Jakarta Utara, teropongrakyat.co – Alfamidi cabang Jalan Swasembada Barat No. 2, Kelurahan Kebun Bawang, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, kembali menjadi sorotan publik menyusul terungkapnya dugaan kekerasan dan pelanggaran prosedur ketenagakerjaan yang dialami oleh karyawannya.
Insiden yang terjadi pada Minggu, 25 Mei 2025 ini telah memicu kemarahan dan tuntutan agar pihak berwenang segera melakukan investigasi menyeluruh.
Kasus ini bermula dari laporan seorang karyawan bernama Nabila yang mengalami kekerasan fisik dari atasannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akibatnya, Nabila mengalami lebam di kaki. Nabila menceritakan kronologi kejadian:
“Kami diperintahkan mengangkat barang tanpa istirahat, bahkan saat menghitung barang. Setelah merapikan barang di depan, kami kembali ke belakang. Namun, kepala toko menuduh kami mengabaikan pekerjaan, melempar kardus, dan mendorong troli hingga mengenai kaki kami.”
Selain kekerasan fisik, Alfamidi cabang tersebut juga diduga melanggar prosedur operasional perusahaan, khususnya terkait peraturan ketenagakerjaan dan standar keamanan kerja.
Meskipun detail pelanggaran belum diungkap secara resmi, informasi dari berbagai sumber mengindikasikan adanya praktik eksploitasi tenaga kerja.
Seorang karyawan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan,
“Kami masuk jam 06.00 untuk shift pagi hingga 17.00, tanpa lembur. Mungkin sudah setiap hari seperti itu untuk shift 1. Mungkin ini yang disebut loyalitas, padahal kami semua pekerja kontrak.”
Menanggapi kejadian ini, Topan, perwakilan Alfamidi, hanya menyatakan akan berkoordinasi dengan kantor pusat. “Kami akan sampaikan pelanggaran ini.” Ucapnya melalui telepon WhatsApp
Pernyataan ini dinilai kurang memuaskan oleh berbagai pihak. Paman Nabila, Gideon, menegaskan akan menempuh jalur hukum dan menuntut pemecatan atasan Nabila. “Saya tidak peduli, intinya atasannya harus dipecat. Perilakunya arogan dan tidak profesional,” tegas Gideon.
Edi, Sekretaris Jenderal Praktisi Buruh, turut mengecam keras tindakan tersebut dan menuntut keadilan bagi Nabila dan karyawan Alfamidi lainnya. Ia juga menyoroti dugaan pelanggaran hukum terkait jam kerja dan upah. “Kami akan membawa masalah jam kerja yang seharusnya 8 jam ini ke Sudinaker Jakarta Utara,” tegas Edi.
Kasus ini telah menarik perhatian organisasi buruh dan lembaga perlindungan perempuan. Mereka mendesak investigasi yang menyeluruh, transparan, dan sanksinya tegas bagi pihak yang terbukti bersalah.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi perusahaan di Indonesia untuk mematuhi peraturan ketenagakerjaan, menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta melindungi karyawan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.
Perlindungan hukum dan sanksi tegas sangat dibutuhkan untuk mencegah kejadian serupa. Publik berharap kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan, serta menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Pemantauan perkembangan kasus ini akan terus dilakukan.