Kebijakan Misterius Rumah Sakit Diduga Sebabkan Kematian AR

- Jurnalis

Senin, 9 Juni 2025 - 16:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KOTA PEKALONGAN – Teropong Rakyat. co – 15/06/2025 – Peristiwa tragis menimpa Pelda Riyadi dan Ny. Cicilia Riyadi ketika anaknya AR, meninggal dunia pada 9 Mei 2025 pukul 20.30 WIB di sebuah rumah sakit negeri Kota Semarang.

Abraham berjuang lima tahun lebih melawan kanker darah yang menggerogoti tubuh mungilnya.

Ironisnya, bukan penyakit yang pertama-tama yang membunuh Abraham—melainkan kebijakan misterius pihak rumah sakit yang katanya dibuat BPJS Kesehatan.

ADVERTISEMENT

Kebijakan Misterius Rumah Sakit Diduga Sebabkan Kematian AR - Teropong Rakyat

SCROLL TO RESUME CONTENT

Anak Pelda Riyadi berulangkali tidak bisa menjalani kemoterapi karena kebijakan satu pasien satu tindakan.

“Sebelumnya, selama lima tahun, anak saya bisa menjalani pelayanan perbaikan kondisi, lalu dilanjutkan kemoterapi. Tapi ini tidak bisa,” tutur Pelda Riyadi di Kota Pekalongan, Minggu 15 Juni 2025.

Pihaknya pun menanyakan kebijakan yang ternyata dibantah pihak BPJS Kesehatan.

Bahkan, pihak BPJS Kesehatan berani membuat surat pernyataan tidak pernah mengeluarkan kebijakan satu pasien satu tindakan untuk layanan kemoterapi.

“Kami sebagai orangtua benar-benar kehilangan karena kebijakan itu. Tapi siapa yang membuat kebijakan satu pasien satu tindakan? BPJS bilang tidak. RS juga bilang tidak. Lalu siapa?” ujarnya.

Kronologi peristiwa itu bermula saat Abraham seharusnya menjalani kemoterapi pada 27 Maret 2025.

Namun karena ruang penuh, dia harus menunggu panggilan dari Tempat Penerimaan Pasien Rawat Inap (TPPRI) RS tersebut hingga pada tanggal 4 April 2025 harus masuk IGD.

Saat itu ada keluhan lemas, pucat dan lebam – lebam di tangan, dan pihak keluarga berinisiatif cek laborat sendiri di Klinik pekalongan.

Hasilnya menunjukkan adanya penurunan hasil darahnya yaitu HB (7,1), trombosit (4.000) dan lekosit mengalami peningkatan (34.000).

Kemudian AR masuk IGD rumah sakit terbesar di Kota Semarang itu karena harus perbaikan kondisi dan dirawat inap di lantai dasar ruang anak.

Saat itu dinyatakan perbaikan kondisi sudah dilakukan yaitu kondisi pasien baik, dari hasil laborat juga sudah membaik (Hb:10,1 /trombosit: 36.000 / lekosit: 45,100).

Perintah dari dokter adalah pasien pulang dan tidak bisa langsung dilakukan tindakan kemoterali seperti tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga:  KPK Terkesan Normatif dan Berbelit-belit, Dugaan Korupsi APD Seret Anggota DPR Asal Bali

“Alasannya karena ada kebijakan baru dr BPJS yaitu satu pasien satu tindakan, Sehingga kami harus pulang dan harus mendaftar kembali di poli onkologi hematologi anak untuk menjadwalkan kemoterapi yang tertunda,” jelasnya.

Pada 9 April 2025 AR kembali ke rumah sakit itu untuk kontrol dan memastikan jadwal kemoterapi.

Pihak keluarga ternyata tetap harus menunggu panggilan TPPRI untuk kemoterapi

Tapi, sebelum ada panggilan dari TPPRI, pada hari kamis tgl 10 April 2025 AR mengalami perdarahan lewat hidung dan batuk darah.

“Kami langsung melarikan Abraham ke RS itu lewat IGD,” jelasnya.

Abraham kembali menjalani perbaikan kondisi hingga tidak ada lagi perdarahan serta hasil laborat bagus.

Lagi-lagi saat hasil laboratnya bagus, AR diperintahkan pulang pada 16 April 2025.

AR tidak diizinkan menjalani kemoterapi karena kebijakan satu pasien satu tindakan itu.

“Dokter bilang, kalau sudah dilakukan perbaikan kondisi, tidak bisa langsung kemo. Harus pulang, daftar lagi. Ini kebijakan BPJS, katanya.” tambah Riyadi yang merupakan Intel Korem 071/Wijayakusuma Banyumas itu.

Kemudian AR kembali ke rumah sakit pada 17 April 2025 untuk menentukan jadwal kemoterapi yang sudah tertunda.

Pada 18 April 2025 pukul 19.00 Wib AR kencing darah dan langsung dibawa lewat IGD.

“Keluarga tahu pasti akan ada perbaikan. Kami dengan berat hati langsung berdoa dengan penuh harapan sama Tuhan supaya besok ada panggilan dari TPPRI untuk Kemoterapi,” ucapnya.

Esoknya, pada 19 april 2025 istri Riyadi menelpon TPPRI rumah sakit.

Ia meminta tolong agar anaknya masuk rawat Inap karena sudah terlambat kemoterapi.

“Setelah telepon, anak saya dapat kamar dan langsung di bawa ke RS, untuk di lakukan perbaikan kondisi agar segera tindakan kemoterapi ,”tuturnya.

Hingga akhirnya pada 3 Mei 2025, AR baru mendapat kesempatan kemoterapi—yang terlambat.

“Yaitu kemo minggu ke 34 itu, kondisi AR justru memburuk drastis,” kenangnya.

Pada 9 Mei, AR kehilangan kesadaran dan akhirnya menghembuskan napas terakhir di ruang isolasi lantai dasar nomor 5.

Baca Juga:  Danyon 328 Kostrad Resmikan Lapangan Tembak 100 Meter Serta Gelar Syukuran Kenaikan Pangkat Prajurit

Menggandeng kuasa hukum, pihak keluarga meminta penjelasan dengan pihak rumah sakit dan BPJS Kesehatan pada 27 Mei 2025.Terutama terkait kebijakan satu pasien satu tindakan untuk kemoterapi.

“Saat klarifikasi, Pihak BPJS tidak pernah membuat kebijakan seperti itu,”ceritanya.

Keluarga korban kemudian mendesak surat pernyataan resmi dari BPJS, dan mereka memberikannya.

Isinya tegas: BPJS tidak pernah membuat kebijakan ‘satu pasien satu tindakan’ khusus untuk kemoterapi.

Sayangnya, ketika diminta pernyataan serupa, pihak rumah sakit justru enggan mengeluarkan dokumen resmi.

“Jawaban mereka selalu diplomatis. Mereka bilang tidak pernah membuat kebijakan, tapi juga tidak mau tertulis. Padahal, seluruh dokter dan residen menyebut kebijakan itu dari BPJS, bahkan menganjurkan kami pulang,” ujar Riyadi.

Dokter DPJP (penanggung jawab pasien) pun meminta yang memintanya pulang dulu, karena ada kebijakan itu.

Keluarga mendesak pihak rumah sakit untuk membuat surat pernyataan bahwa mereka tidak pernah membuat kebijakan tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, pihak RS sudah mengirimkan dokumen ke Pelda Riyadi.

Tetapi, isinya tidak menyatakan secara tersurat kalau RS tidak pernah membuat kebijakan satu pasien satu tindakan yang sudah pernah dibicarakan dalam Family Confrence pada tgl 27 Mei 2025.

Pihak rumah sakit hanya menyatakan tidak ada perubahan kebijakan dan dalam tindakan BMP dilakukan sesuai kebutuhan pasien.

“Kami hanya ingin kejelasan. Siapa yang membuat kebijakan ini? Karena anak saya mati akibat Kebijakan tersebut. Jangan sampai ada korban berikutnya hanya karena sistem yang tidak jelas dan petugas saling lempar tanggung jawab,” tegas Riyadi.

Pihaknya meminta Surat pernyataan resmi dari Rumah sakit tersebut bahwa mereka tidak pernah menerapkan kebijakan satu pasien satu tindakan untuk pasien kanker darah (leukemia).

“Lalu Investigasi internal untuk mengungkap siapa sebenarnya yang menyebarkan kebijakan itu di kalangan tenaga medis lantai dasar dan lantai 1 RS

. Jaminan agar pasien lain tidak mengalami hal serupa di masa depan,”tuturnya.

( ARI)

Berita Terkait

Tim Gabungan Polda Babel Dan Polda Sumsel Berhasil Tangkap Hasan Basri, Pelaku Pembunuhan Wartawan Media Online
Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Asusila oleh Oknum Anggota DPRD Depok, Kuasa Hukum Sebut Kental Rekayasa
Peredaran Obat Keras di Bekasi Semakin Mengkhawatirkan, Warga Meminta APH Tindak Tegas!
Dugaan Pelanggaran HAM Dan Gratifikasi di BEA CUKAI MARUNDA, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pusat Dianggap Tutup Mata!
Kebal Hukum, Kios Obat Keras Bos Pai di Bandung Barat Diduga Beroperasi Bebas
Skandal Bea Cukai Marunda: Beberapa Warga Diduga Disandera, Diperas Tanpa Dasar Hukum!
Di Tengah Keseriusan Polres Metro Bekasi Kota Berantas Peredaran Obat Keras, Para Pemuda Ini Siasati Mengedarkan Dengan Sistem COD (Cash On Delivery)
Aktivis Soroti Gudang Thrifting di Rumah Mewah Sukabumi, Pakar: Potensi Jaringan Ilegal yang Terselubung

Berita Terkait

Selasa, 12 Agustus 2025 - 10:14 WIB

Tim Gabungan Polda Babel Dan Polda Sumsel Berhasil Tangkap Hasan Basri, Pelaku Pembunuhan Wartawan Media Online

Minggu, 10 Agustus 2025 - 21:58 WIB

Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Asusila oleh Oknum Anggota DPRD Depok, Kuasa Hukum Sebut Kental Rekayasa

Minggu, 10 Agustus 2025 - 20:04 WIB

Peredaran Obat Keras di Bekasi Semakin Mengkhawatirkan, Warga Meminta APH Tindak Tegas!

Minggu, 10 Agustus 2025 - 08:39 WIB

Dugaan Pelanggaran HAM Dan Gratifikasi di BEA CUKAI MARUNDA, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pusat Dianggap Tutup Mata!

Minggu, 10 Agustus 2025 - 06:37 WIB

Kebal Hukum, Kios Obat Keras Bos Pai di Bandung Barat Diduga Beroperasi Bebas

Berita Terbaru