Sukabumi, 7 Agustus 2025, Teropongrakyat.co— Sebuah rumah mewah yang terletak di Jalan Selabintana, Desa Warnasari, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, diduga kuat dijadikan gudang penyimpanan pakaian bekas atau thrifting. Temuan ini kembali memantik sorotan tajam terhadap praktik peredaran pakaian bekas impor yang kini marak dan semakin terselubung.
Praktik thrifting belakangan memang menjadi tren di kalangan masyarakat, namun di balik popularitasnya terselip ancaman serius bagi keberlangsungan industri tekstil nasional. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022 secara tegas melarang impor pakaian bekas, demi melindungi industri dalam negeri serta mencegah masuknya limbah tekstil dari luar negeri.
Namun, kasus yang ditemukan di Sukabumi ini menandakan masih adanya celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Saat dikonfirmasi di lokasi, seorang wanita yang mengaku sebagai karyawan menyatakan bahwa barang-barang yang dijual tidak berasal dari luar negeri.
“Untuk barangnya kita enggak impor, tapi langsung beli di Gedebage sama di pasar Cimol Ciwangi. Jadi, enggak ada bedanya sama di pasar Cimol Pelita,” katanya, Kamis (7/8/2025).
Namun, pernyataan tersebut justru menuai kecurigaan lebih lanjut dari para pengamat dan aktivis. Aktivis Jawa Barat, Rohendi, menilai bahwa pernyataan itu tidak serta merta membebaskan pihak terkait dari dugaan pelanggaran hukum.
“Pernyataan bahwa barang dibeli dari pasar lokal seperti Gedebage atau Cimol justru mengindikasikan bahwa jaringan distribusi pakaian bekas impor sudah masuk hingga ke pusat-pusat perdagangan. Artinya, sistem ini sudah mapan dan berpotensi dikendalikan oleh jaringan ilegal yang sulit dilacak,” tegasnya.
Rohendi juga menyoroti lokasi penyimpanan yang berada di rumah mewah sebagai bentuk penyamaran aktivitas ilegal.
“Ini modus baru. Bukan di gudang sempit atau kios pasar, tapi di rumah mewah. Ada pola yang sedang disembunyikan. Aparat harus bertindak cepat dan menyeluruh, jangan hanya menyasar pengecer, tapi usut sampai ke akarnya,” lanjutnya.
Pakar Soroti Dampak Ekonomi dan Regulasi Lemah
Pengamat ekonomi dan industri kreatif dari Universitas Padjadjaran, Dr. Dedi Kurniawan, mengungkapkan bahwa praktik thrifting ilegal bisa sangat merugikan ekosistem UMKM, khususnya di sektor fashion lokal.
“Pakaian bekas impor yang dijual dengan harga sangat murah jelas mematikan usaha konveksi lokal dan pelaku UMKM yang memproduksi pakaian baru. Mereka tidak bisa bersaing dari segi harga, padahal kualitas produksinya bisa jauh lebih baik,” kata Dedi.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap rantai distribusi barang bekas.
“Selama ini yang ditindak hanya bagian hilir, padahal sumber utama dari pelabuhan masuk, gudang besar, hingga jejaring distribusi lokal harus diawasi ketat. Kalau tidak, ini akan terus berulang dan pelaku lokal jadi korban,” pungkasnya.
Desakan untuk Penegakan Hukum
Rohendi pun menegaskan pentingnya tindakan tegas dari aparat kepolisian dan instansi pemerintah terkait.
“Kami berharap pihak kepolisian dan instansi terkait segera melakukan penyelidikan menyeluruh, demi menertibkan praktik yang berpotensi melanggar hukum dan merugikan pelaku usaha lokal,” ujarnya menutup pernyataan.
Temuan ini semakin menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk menangani persoalan impor ilegal pakaian bekas, demi melindungi industri nasional dan menciptakan pasar yang adil bagi UMKM lokal.
Reporter: Gibrandi