Jakarta, ifakta.co – Marwah Jurnalis kembali tercoreng akibat kurangnya pemahaman sebagian media dalam menyajikan pemberitaan. Konten yang tidak sesuai kaidah jurnalistik bukan hanya merugikan publik sebagai penerima informasi, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap profesi wartawan.
Melihat kondisi ini, Dewan Pers dan keorganisasian Jurnalistik seperti PWI didesak untuk segera mengambil langkah konkret. Salah satunya yaitu dengan membuat aturan standar pemberitaan yang lebih jelas dan ketat, agar setiap media tetap berpegang pada kode etik jurnalistik serta prinsip verifikasi informasi sebelum disiarkan.
Pakar media dan komunikasi Universitas Indonesia, Dr. Andi Prasetyo, menilai lemahnya pemahaman sebagian jurnalis terhadap etika dan standar kerja jurnalistik menjadi salah satu penyebab utama maraknya pemberitaan yang tidak akurat.
“Jurnalisme bukan sekadar menulis cepat, tetapi juga menulis benar. Kesalahan informasi yang terus berulang hanya akan menurunkan martabat profesi wartawan di mata publik.
Sebagai contoh, baru-baru ini (18/09/2025) muncul pemberitaan dari salah satu Media Online mediapolrinews.com mengenai dugaan Kapolsek dan Kapolres Metro Bekasi Kota menerima “uang tutup mata atau tanda kutip uang koordinasi” dari sebuah toko kosmetik yang disinyalir menjual obat keras.
Notabene pada saat kejadian sang pemuat berita pun juga meminta uang sejunlah 500 ribu rupiah, namun korban hanya menyanggupi 200ribu rupiah ke nomor rekening BCA atas nama Agung Pramana, dengan alasan untuk menghapus pemberitaan tersebut, namun setelah sejumlah uang tersebut di transfer berita yang sama kembali muncul di mediapolrinews.com
Namun, berita tersebut dipublikasikan tanpa adanya konfirmasi dari pihak kepolisian maupun Narasumber. Praktik seperti ini jelas bertentangan dengan prinsip keberimbangan (cover both sides) yang menjadi roh jurnalisme.
Berawal dari pemberitaan tak berimbang dan tak sesuai dengan fakta yang ada, korban bernama Tatang mendapat cemohan dari Pimpinan Redaksi mediapolrinews.com “Diam kau…harga diri ku kau lecehkan… Pikir pakai otak mu brow,,, kecil kali aku kau anggap” ujar Marjjudin Nazwar.
Sementara itu Akbar Redaktur Pelaksana dari media TeropongRakyat.co dan Jurnalis dari ifakta.co mencoba mengkonfirmasi kebenaran tersebut kepada saudara Rhama Pranajaya sang pemuat berita. Namun saat di konfirmasi Rhama tidak dapat memberi jawaban yang konkret.
Atas kejadian tersebut Pimpinan Redaksi dari mediapolrinews.com justru mencaci maki Akbar dengan kata-kata yang sangat tidak pantas di lontarkan oleh seorang Jurnalis dan meng intervensi Akbar dengan begitu emosional.
Sementara itu, pakar kepolisian dari Lembaga Kajian Keamanan Publik, Dr. Bima Santosa, menilai kasus ini harus dijadikan pelajaran penting bagi media.
“Setiap tuduhan terhadap aparat penegak hukum harus disertai bukti yang jelas dan diverifikasi. Jika tidak, publik akan kehilangan kepercayaan, baik kepada media maupun institusi kepolisian. Dampaknya sangat berbahaya bagi stabilitas sosial,” jelasnya.
Sebagai solusi, Dewan Pers dan Organisasi Wartawan didorong untuk mengambil langkah-langkah yang dimana yaitu:
1. Menyusun standar operasional prosedur (SOP) pemberitaan yang lebih rinci agar dapat menjadi acuan seluruh media.
2. Mewajibkan pelatihan dan sertifikasi wartawan secara berkala untuk memastikan kompetensi jurnalis tetap terjaga.
3. Memperkuat mekanisme pengaduan publik dengan menindak tegas media yang terbukti melanggar kode etik.
4. Memberikan sanksi administratif hingga pencabutan izin bagi media yang berulang kali melakukan pelanggaran serius.
Langkah tegas ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik sekaligus menjaga integritas jurnalisme di Indonesia.