Jakarta, – Teropongrakyat.co – Masalah kerangka kapal, menjadi hal yang perlu diberikan perhatian serius oleh pemerintah. Pasalnya, jika dibiarkan saja, kerangka kapal dapat mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran hingga menimbulkan pencemaran.
Sebenarnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) cukup konsisten dalam penanganan kerangka kapal, diantaranya menerbitkan sejumlah regulasi, mulai dari Undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (PM).
Kendati regulasinya sudah ada, namun sepertinya kurang efektif dalam pengimplementasiannya. Hal itu dikarenakan masih banyak pemilik kapal yang tidak taat terhadap ketentuan yang ada, sehingga banyak kerangka kapal dibiarkan begitu saja alias tanpa tuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, peraturan yang ada saat ini juga memberikan peluang kepada pemilik kapal untuk tidak segera mengangkat kerangka kapalnya, karena diklaim tidak mengganggu keselamatan pelayaran. Padahal, jika lama dibiarkan, kerangka kapal juga berpotensi menimbulkan pencemaran.
Sesuai Pasal 203 ayat 1, UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, ditegaskan bahwa pemilik kapal WAJIB menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya YANG mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak kapal tenggelam.
“Maka itu, menurut kami perlu ada terobosan yang dapat memperkuat regulasi yang sudah ada dalam hal pelaksanaan pengangkatan kerangka kapal. Yakni dengan mengajukan permohonan penetapan dari Pengadilan, agar tidak ada lagi pihak yang bisa membantahnya,” ungkap Kepala Kantor KSOP Utama Tanjung Priok Takwim Masuku, saat memimpin Focus Group Discussion (FGD) tentang Strategi Efektif dalam Rangka Percepatan Penanganan Kerangka Kapal di Perairan, pada Kamis (10/10/2024) di Jakarta.
Penetapan Pengadilan, sambungnya, kami nilai dapat mengefektifkan proses eksekusi penanganan pengangkatan kerangka kapal. Takwim mencontohkan, dalam beberapa kasus, ketika teman-teman petugas melakukan eksekusi, tiba-tiba mendapat tuntutan dari pihak ketiga.
“Ini hak kami pak. Ini kan tidak mengganggu keselamatan pelayaran, mereka bilang begitu. Ada juga yang beralasan mahalnya biaya pengangkatan kerangka kapal. Tapi kan kalau dibiarkan, lama-lama berpotensi menimbulkan pencemaran. Maka perlu dipercepat penanganannya,” tutur Takwim didampingi Kabid Perkapalan dan Kepelautan KSOP Utama Tanjung Priok Aprianus Hangki.
Takwim mengatakan, FGD ini sebagai wadah diskusi diharapkan dapat mengumpulkan saran dan mencari solusi atau strategi dengan stakeholder lintas sektoral, kementerian/lembaga. Yang terpenting adalah untuk penguatan hukum melalui peran Pengadilan.
Menanggapi terkait penetapan Pengadilan, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Warsita SH, MH menilai bahwa pihaknya baru pertama kali menangani yang berkenaan permohonan penetapan pengadilan mengenai kerangka kapal. Namun demikian, pihaknya tidak menampik itu dimungkinkan terjadi dan akan dipelajari secara mendalam.
“Terlepas dari penetapan Pengadilan, menurut kami aturan yang tercantum di UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran sudah sangat jelas, tinggal ditegakkan saja. Dalam konteks hukum, jika aturan ada, sanksi ada, tinggal dilaksanakan, kami intinya seperti itu,” tegasnya.
Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air Direktorat KPLP Capt Wisnu Risianto menyampaikan bahwa hingga tahun 2024, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) telah menginventarisasi setidaknya terdapat 105 kerangka kapal yang tersebar di seluruh perairan Indonesia.
Yang terbanyak ada di Maluku (12 kapal), Jawa Barat (10 kapal), Papua Barat (10 kapal) dan Jawa Timur (8 kapal).
Red