Semarang, teropongrakyat.co – Nama Kusrin, mantan Camat Tembalang, kembali mencuat setelah sejumlah saksi menuding dirinya terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) pada pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di wilayah Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Dugaan ini muncul di tengah gencarnya pemberitaan yang menampilkan Kusrin sebagai pejabat bersih dan antikorupsi. Namun, di balik narasi positif tersebut, muncul indikasi bahwa media justru dimanfaatkan sebagai alat pencitraan untuk menutupi praktik melanggar hukum.
Dalam beberapa publikasi, Kusrin digambarkan sebagai pejabat yang menjalankan program PTSL secara transparan tanpa pungutan tambahan. Namun hasil penelusuran dan kesaksian warga menunjukkan hal berbeda. Beberapa penerima manfaat program mengaku diminta membayar biaya administrasi tambahan yang tidak tercantum dalam ketentuan resmi.
“Kalau tidak bayar, prosesnya lama, katanya ada biaya tambahan biar cepat jadi,” ungkap salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Sumber lain menguatkan bahwa pungli dilakukan secara sistematis dengan dalih memperlancar proses sertifikasi tanah. Sejumlah saksi bahkan menyebut keterlibatan oknum di lingkungan kecamatan yang berada di bawah koordinasi langsung Kusrin.
Selain dugaan pungli, publik kini juga menyoroti manipulasi informasi melalui media. Kusrin disebut menggandeng sejumlah oknum wartawan untuk membangun citra positif dan menggiring opini publik agar terkesan bersih dari praktik pungli. Langkah ini dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan media demi menyelamatkan reputasi pribadi.
Dari sisi hukum, jika dugaan tersebut terbukti, tindakan itu berpotensi melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur pidana bagi pejabat negara atau pihak yang meminta, menerima, atau menjanjikan sesuatu untuk memengaruhi keputusan jabatan.
Sementara dari sisi Kode Etik Jurnalistik, dugaan keterlibatan media dalam pencitraan berpotensi melanggar Pasal 1 dan Pasal 3, yang mewajibkan wartawan menyajikan berita akurat, berimbang, dan melarang penyalahgunaan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Kasus ini menambah panjang catatan buruk praktik pungli di sektor pelayanan publik. Program PTSL yang semestinya menjadi sarana pemberdayaan dan kepastian hukum bagi masyarakat, justru berubah menjadi ajang keuntungan bagi segelintir pihak.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas aparat penegak hukum—mulai dari Inspektorat Daerah, Ombudsman, hingga Kejaksaan Negeri—untuk menelusuri dan mengusut dugaan pungli tersebut.
Jika benar terbukti, tindakan manipulatif dan pencitraan yang dilakukan Kusrin tidak hanya mencoreng nama pribadi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap reformasi birokrasi dan semangat pemberantasan korupsi yang tengah digalakkan pemerintah.
Penulis : Naim


























































