Purwakarta, 4 Agustus 2025, teropongrakyat.c— Suasana hangat dan penuh kekeluargaan menyelimuti acara tasyakuran tiga tahun penggarapan Lahan Hutan Desa Produktif Keluarga (LHDPK) yang berlangsung di wilayah perkebunan Bungur Raya, Desa Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Acara ini menjadi momentum refleksi, rasa syukur, serta harapan atas perjalanan panjang yang telah ditempuh masyarakat bersama para penggerak LHDPK dalam membangun kemandirian ekonomi dan pertanian berkelanjutan.
Diselenggarakan di lahan utama Bungur Raya—yang kini menjadi simbol keberhasilan program—tasyakuran dihadiri oleh para petani, tokoh masyarakat, perwakilan pemerintah desa, aktivis lingkungan, hingga tamu undangan dari kabupaten. Acara dibuka dengan doa bersama sebagai bentuk syukur atas keberhasilan pengelolaan lahan selama tiga tahun terakhir.
LHDPK Bungur Raya pertama kali digagas pada tahun 2022 sebagai bagian dari upaya revitalisasi lahan tidur di wilayah Bungursari. Dengan semangat gotong royong dan pendekatan agroekologi, masyarakat bersama tim penggerak mengubah lahan tidak produktif menjadi kawasan pertanian terpadu yang kini menjadi tumpuan hidup banyak keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Awalnya, kami hanya punya semangat dan tekad. Tapi berkat kerja keras semua pihak, sekarang LHDPK ini bukan hanya tempat bercocok tanam, melainkan juga ruang belajar, pemberdayaan, dan penguatan ekonomi keluarga,” ungkap Bapak Rukmana, salah satu penggerak awal LHDPK sekaligus Ketua Kelompok Tani Bungur Raya.
Saat ini, lahan LHDPK telah ditanami berbagai komoditas unggulan seperti singkong, jagung, kacang tanah, serta beragam tanaman hortikultura. Program ini juga memperkenalkan praktik pertanian organik, pengelolaan limbah berbasis desa, serta pembentukan koperasi tani sebagai sarana distribusi hasil panen secara lebih adil dan efisien.
Acara tasyakuran tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga menjadi ajang evaluasi dan perumusan rencana ke depan. Dalam sesi diskusi terbuka, warga dan fasilitator membahas berbagai tantangan yang dihadapi, mulai dari dampak perubahan iklim, keterbatasan alat pertanian modern, hingga kebutuhan pelatihan lanjutan bagi generasi muda.
Dengan keberhasilan yang mulai dikenal hingga tingkat kabupaten, LHDPK Bungur Raya diharapkan dapat menjadi model nasional untuk pengembangan lahan desa produktif yang berpihak kepada petani kecil. Beberapa akademisi dan lembaga swadaya masyarakat bahkan telah menyatakan ketertarikannya untuk melakukan penelitian dan replikasi program ini di wilayah lain.
Sebagai bentuk adaptasi terhadap zaman, upaya digitalisasi pertanian juga mulai diperkenalkan. Pelatihan teknologi pertanian presisi serta pemasaran hasil panen secara daring menjadi langkah awal Bungur Raya membuka diri terhadap inovasi, tanpa meninggalkan kearifan lokal yang selama ini menjadi pondasi gerakan ini.
Acara ditutup dengan makan bersama hasil bumi dari LHDPK, diiringi musik tradisional dan penampilan seni warga desa. Di tengah tawa dan kebersamaan, terselip semangat yang tak pernah padam: semangat membangun desa, menjaga bumi, dan merawat harapan masa depan.
Dengan pencapaian selama tiga tahun ini, LHDPK Bungur Raya bukan lagi sekadar program—ia telah menjelma menjadi gerakan kolektif yang menyatukan warga dalam semangat kerja keras, kemandirian, dan cinta terhadap tanah kelahiran.
(Gibrandi)