PEMALANG, 11 Oktober 2025 – teropongrakyat.co – Dua pekan berlalu sejak laporan masyarakat terkait maraknya peredaran obat keras terbatas di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, namun belum terlihat adanya langkah tegas dari aparat kepolisian setempat.
Aktivitas jual beli obat berbahaya yang diduga dikendalikan jaringan asal Aceh itu justru masih berlangsung secara terbuka dan seolah kebal hukum.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, sejumlah bangunan kosong dan warung di beberapa titik wilayah Pemalang masih memperjualbelikan obat keras seperti Trihexyphenidyl, Tramadol, dan Hexymer tanpa izin resmi.
Warga yang resah menilai lambannya penindakan aparat mencederai kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di wilayah tersebut.
“Kami dan teman-teman media sudah melaporkan sejak dua minggu lalu. Lokasi penjualannya pun sudah kami sampaikan ke pihak kepolisian, tapi belum ada tindak lanjut,” ungkap salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Hingga kini, peredaran obat keras ilegal itu masih berjalan bebas di wilayah hukum Polres Pemalang. Upaya konfirmasi kepada pihak kepolisian belum membuahkan hasil. Tidak ada pernyataan resmi maupun tindakan nyata dari pihak berwenang.
Kondisi ini memunculkan dugaan adanya keterlibatan oknum aparat dalam melindungi bisnis haram tersebut.
“Ketika aktivitas ilegal semacam ini dibiarkan selama berminggu-minggu tanpa penindakan, publik wajar menduga adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum aparat,” ujar Dr. Rudi Hartanto, pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro, kepada media.
“Polri harus segera melakukan penyelidikan internal dan memastikan tidak ada anggotanya yang bermain dalam jaringan peredaran obat keras. Ini menyangkut integritas lembaga dan keselamatan generasi muda,” tegasnya.
Sejumlah pihak mendesak kepolisian bertindak cepat sebelum dampaknya semakin meluas dan memicu korban jiwa.
Peredaran obat keras tanpa izin merupakan pelanggaran berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar. Namun lemahnya pengawasan dan minimnya penindakan membuat praktik ini terus tumbuh subur di lapangan.
“Jika penegakan hukum lemah, Pemalang berisiko menjadi zona merah peredaran obat keras ilegal. Pemerintah daerah dan kepolisian harus berkolaborasi melakukan razia terpadu,” tambah Rudi Hartanto.
Situasi ini pun memunculkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat:
“Sampai kapan aparat akan diam, sementara generasi muda terus menjadi korban dari peredaran obat keras yang dibiarkan tanpa tindakan tegas?”
(Team Elite Cyber Indonesia)
Penulis : RYAN