SIMALUNGUN, Teropongrakyat.co – Ribuan makam warga di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, diduga dihancurkan demi perluasan perkebunan kelapa sawit milik PTPN IV Kebun Laras.
Selain itu, sekitar 500 hektar lahan yang selama ini dikelola oleh Kelompok Tani Mekar Jaya diklaim telah dirampas oleh perusahaan. Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Mekar Jaya dan Kelompok Tani Tunas Jaya menuntut keadilan serta meminta pemerintah turun tangan menyelesaikan permasalahan ini.
Petani Mengaku Mengelola Lahan Sejak 1942.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Kelompok Tani Mekar Jaya, Senen, mengungkapkan bahwa lahan tersebut telah digarap sejak 1942, setelah ditinggalkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Ahli waris kemudian meneruskan pengelolaan lahan pada 1966, meski saat itu PPN Serat Laras telah mengeluarkan pemberitahuan terkait rencana Pengambil Alihan lahan oleh pihak perkebunan.
“Lahan ini sudah dikelola turun-temurun oleh kami. Orang tua kami mengolah tanah ini, membangun kehidupan di sini, dan sekarang hak kami dirampas begitu saja,” ujar Senen dengan suara bergetar menahan emosi 15-02-2025.
Sejumlah dokumen yang dikantongi kelompok tani menunjukkan upaya mereka dalam mempertahankan hak atas lahan, di antaranya:
1. Keputusan Panitia Landreform TK II Simalungun No. 3/11/10/LR/66 tanggal 28 Juli 1966.
2. Surat dari Presidium Kesatuan Aksi Tani Indonesia (KATI Front Pancasila) Kabupaten Simalungun No. 101/KATI/KS/67 tanggal 26 Oktober 1967, yang meminta Bupati Simalungun mengajukan kepemilikan lahan ke Gubernur Sumatera Utara.
3. Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. SK 208/HM/LR/68 tanggal 6 Juni 1968, yang memberikan hak kepemilikan atas 121 hektar tanah negara kepada kelompok petani.
4. Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak 1967 hingga 2018.
5. Data dari BPN Sumatera Utara, yang menunjukkan bahwa lahan tersebut masuk dalam inventarisasi Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IV dengan luas total 4.062,66 hektar.
Namun, menurut Senen, lahan itu kemudian diambil alih oleh pihak perkebunan dengan dalih Hak Pengelolaan Hutan (HPH).
“Kami memiliki bukti kepemilikan yang sah dan membayar pajak secara rutin. Perampasan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” tegasnya.
Sebagai langkah hukum, Kelompok Tani Mekar Jaya telah memiliki akta pendirian resmi dengan Nomor 06.04, yang diterbitkan pada 2 Februari 2021 di hadapan notaris Denila Shofa NST, SH, M.Kn, di Tebing Tinggi. Akta ini juga telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM dengan Nomor 0002 743 AH 01.07 Tahun 2021.
Ribuan Makam Dihancurkan, bahkan mereka pihak PTPN IV tak perduli walau di lokasi makam ada beberapa makam dari tahun 1932 tetap di garap menjadi kebun kelapa sawit jadi bukan yang warga yang hidup saja,yang sudah meninggal Ratusan tahun pun di garap,Warga Kehilangan Tempat Ziarah dan di mana Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia sesuai Sila ke lima.
Selain perampasan lahan, masyarakat juga berduka atas penghancuran ribuan makam yang telah lama ada di kawasan tersebut. Satam JM, pembina kelompok tani, tak kuasa menahan kesedihan ketika menceritakan kejadian tersebut.
“Kami ingin berziarah, tetapi sekarang makam-makam itu sudah rata dengan tanah. Semua ini hanya demi bisnis. Kami meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan segera mencopot direksi serta manajer PTPN IV Laras yang bertanggung jawab atas tindakan ini,” tegas Satam dengan mata berkaca-kaca.
Satam juga menyoroti tindakan pihak perkebunan yang dianggapnya tidak berperikemanusiaan.
“Kejam sekali mereka ini, Pak Presiden Prabowo. Orang-orang yang bersarang di PTPN IV Laras hanya memikirkan keuntungan pribadi. Mereka harus segera ditangkap! Direksi dan manajer PTPN IV Laras harus dicopot. Dulu, sebelum ada plang PTPN, masyarakat bisa berziarah. Sekarang, makam-makam itu sudah hilang hanya demi sawit,” ujarnya dengan nada geram.
Bagi warga setempat, makam-makam tersebut bukan sekadar tanah yang bisa diratakan begitu saja. Makam itu menyimpan kenangan, tempat mereka mengenang leluhur, tempat mereka memanjatkan doa bagi orang-orang tercinta yang telah tiada. Kini, tempat suci itu telah berubah menjadi hamparan tanah kosong yang kelak ditanami kelapa sawit.
Masyarakat Memohon Presiden Prabowo Bertindak
Warga berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini dan mengembalikan hak mereka atas tanah yang telah mereka garap selama puluhan tahun. Mereka juga mendesak aparat hukum untuk mengusut dugaan pelanggaran terkait perusakan makam dan perampasan lahan.
“Kami mohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mendengarkan jeritan permasalahan kami sebagai masyarakat kecil. Kami ingin keadilan yang sesungguhnya dari pemerintah,” kata Senen, penuh harap.
Harapan mereka kini bergantung pada pemerintah, apakah akan berpihak kepada rakyat kecil atau membiarkan mereka terus berjuang sendiri melawan ketidakadilan.
Pihak PTPN IV Belum Memberikan Tanggapan
Saat awak media mencoba mengonfirmasi ke Kantor Direksi PTPN IV di Medan, pihak keamanan menyatakan bahwa direktur tidak berada di tempat. Sementara itu, saat dihubungi, Humas PTPN IV, Bobi, juga belum memberikan tanggapan dan meminta awak media hadir esok harinya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PTPN IV Kebun Laras belum memberikan klarifikasi terkait tuduhan yang dilayangkan oleh masyarakat.
Kini, warga hanya bisa berharap ada keadilan bagi mereka, agar tanah yang telah mereka garap selama puluhan tahun bisa kembali menjadi sumber kehidupan, dan makam para leluhur mereka tetap terjaga sebagai tempat suci yang layak dihormati.