Jakarta – TeropongRakyat.co || Siapa tak kenal sosok Letnan Kolonel Untung dalam Film Penghianatan G 30 S PKI. Adalah Bram Adrianto sosok berbadan tegap yang berperan sebagai Letnan Koonel Untung salah seorang yang mendukung film “Pengkhianatan G 30 S PKI, salah seorang penggerak dari pengkhianatan tersebut.
Bukan sebuah peran yang mudah, tetapi Arifin C Noer, sang sutradara mempercayakan peran ini pada Bram. Bagaimana suka dan dukanya membintangi film tersebut, Bram Adrianto memberikan kesan pada Ria Film. “Orang lain bilang tidak perlu, tetapi saya merasa perlu melakukan observasi, ” kata Bram, seperti dikutip dari laman Arsip Nasional Republik Indonesia, Minggu (15/09).
Hal ini dikatakan sehubungan dengan banyak pendapat tentang perlu atau tidaknya melakukan pengamatan terhadap suatu peran. Lebih-lebih perannya sebagai Letkol Untung yang orangnya sudah tidak ada. Bagaimana cara Bram melakukan observasi terhadap peran ini tentu lebih sulit daripada ia berperan sebagai sopir taxi. Tetapi banyak jalan terbuka dan Bram melakukan dengan seksama. “Antara lain saya mendatangi museum sejarah ABRI. disana saya banyak tanya tentang pakaian atau tanda pangkat yang di pakai saat itu (Letkol Untung-red), ” ujar Bram.
Saya juga menghubungi bekas Resimen Tjakrabirawa. Jadi saya tahu pakaiannya secara otentik. Menurutnya observasi semacam ini belum pernah di lakukan. Bram termasuk pemain dalam bayak film tapi pengamatannya peran kali ini di lakukan secara khusus.
Di akui, porsi perannya melebihi dari yang pernah di terima sebelumnya. Sehingga tidak jarang Bram mendiskusikan dengan pemain lain, atau pun rekan-rekannya. “Siapa sebenarnya pemeran utama, ?”, pertanyaan ini yang sering di lontarkan. Menurutnya posisi peran Letkol Untung di dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI cenderung sebagai tokoh utama. Pada akhirnya Bram tidak mendapat jawaban yang pasti. Namun begitu, ia sangat bangga bahwa perannya kali ini betul-betul menjadi perhatian. Lebih-lebih banyak pendapat yang menyebutkan betama Bram Adrianto berkesempatan main dengan baik. Arifin C Noer seperti memberi kesempatan yang besar, sementara tokoh yang lain muncul dalam jalur yang semestinya. Ini pula yang memunculkan pertanyaan siapa sebenarnya peran utama.
“Pengkhianatan G 30 S PKI dulunya berjudul S.O.B singkatan dari Sejarah Orde Baru”. Dibuat dalam waktu cukup lama, sekitar dua tahun dengan biaya yang besar pula. Konon kabarnya Pusat Produksi Film Negara (PPFN) mengeluarkan biaya lebih dari setengah milyar rupiah. Berarti jumlah biaya yang sekian kali lipat dari biaya sebuah film biasa. Sekarang ini, sebuah drama sederhana bisa dibuat dengan biaya 150 juta rupiah. Bahkan ada pembuat film yang berani memproduksi di bawah jumlah biaya tersebut.
Perlu diketahui, Sejak tahun 1982 dimana karya Arifin C Noer sebelumnya (Serangan Fajar) mendapat Piala Citra pada FFI ’82 di Jakarta, baru kali ini karyanya di lombakan lagi pada Festival Film Indonesia t984 di Jogya. Suara-suara menyebutkan “Pengkhianatan G 30 S PKI” merupakan film yang merajai festival. Tapi Bram Adrianto justru merasa gelisah. Begitu banyak yang memuji permaiannya ssebagai Letnan Kolonel untung tetapi mungkinkah ia bisa menerima piala Citra.
“Untung ini orang jahat bung, Kata Bram tentang perannya. Mungkinkah juri mau menilai tokoh antagonis, ?”pungkas Bram.
Sumber : Ria Film No. 548 tanggal 31 Oktober s/d 6 Nopember 1984.