Jakarta, teropongrakyat.co – Pengunduran diri mendadak Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), Yuddy Renaldi, mengguncang dunia perbankan, terutama mengingat status BJB sebagai Bank Pemerintah Daerah Jawa Barat.
Kabar ini semakin memanaskan situasi di tengah proses investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi markup dana penempatan iklan di Bank BJB yang mencapai Rp200 miliar.
Pengunduran diri direktur utama BJB ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang keterlibatan Yuddy Renaldi dalam kasus korupsi tersebut, tetapi juga membuka kembali lembaran kelam masa lalu, khususnya terkait kasus pailit PT Rahajasa Media Internet (Radnet) yang menyeret nama BJB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Status BJB sebagai bank milik daerah menambah ironi dalam situasi ini, karena seharusnya bank ini menjadi motor penggerak ekonomi daerah, bukan sumber masalah.
Pengumuman pengunduran diri Yuddy Renaldi disampaikan oleh Ayi Subarna Approver melalui siaran pers pada Selasa, 4 Maret 2025.
Dalam pernyataan resminya, Ayi Subarna menyebutkan bahwa perseroan telah menerima surat pengunduran diri Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama, dengan alasan pribadi. Proses pengunduran diri ini akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun Buku 2024 (RUPST TB 2024) sesuai dengan anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Korupsi Dana Iklan di Bank Pemerintah Daerah: Pengkhianatan Kepercayaan Publikasikan
KPK saat ini tengah gencar mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa terkait iklan di Bank BJB. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa KPK sedang menangani perkara dugaan markup dana penempatan iklan pada tahun 2021-2023 yang totalnya mencapai Rp200 miliar lebih.
Modusnya adalah dengan menggelembungkan harga penempatan iklan di media, yang semula dihargakan Rp200 juta menjadi Rp400 juta per placement.
Penggelembungan anggaran ini diduga direkayasa oleh para tersangka dan mengalir sebagai setoran ke sejumlah pejabat, termasuk Ahmadi Noor Supit, dengan tujuan untuk menghapus temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, dua di antaranya berasal dari internal BJB, termasuk seorang petinggi berinisial YR, yang kuat dugaan adalah Yuddy Renaldi.
Kasus korupsi ini mencoreng citra BJB sebagai Bank Pemerintah Daerah yang seharusnya melayani kepentingan masyarakat Jawa Barat.
Kasus Pailit PT Radnet Kembali Menghantui BJB: Luka Lama di Bank Milik Daerah
Di tengah panasnya kasus korupsi dana iklan, ingatan publik kembali terpaku pada kisah pilu yang menimpa Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Roy Rahajasa Yamin, pemilik PT Radnet. KPH Roy Rahajasa Yamin, yang merupakan cucu Pahlawan Nasional Mohammad Yamin dan cucu Mangkunegara VIII, merasa dibohongi oleh Pemerintah Republik Indonesia terkait proyek Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Permasalahan ini berujung pada gugatan ke pengadilan di New York, Amerika Serikat, demi memperjuangkan haknya.
Radnet menuntut pemerintah untuk segera membayar utang proyek BAKTI-Komdigi sesuai putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tanggal 27 Juli 2017. Putusan tersebut menyatakan pemerintah wanprestasi dan wajib membayar Rp225 miliar kepada Radnet. Ironisnya, utang proyek pemerintah ini justru menjadi bumerang bagi Radnet. Perusahaan tersebut dipailitkan oleh Bank BJB pada 30 Oktober 2019 karena KPH Roy Rahajasa Yamin dianggap tidak mampu melunasi pinjaman modal yang digunakan untuk membiayai proyek BAKTI-Komdigi.
Akibatnya, rumah bersejarah milik Mohammad Yamin di Jakarta Pusat disita oleh BJB pada Februari 2020. Fakta bahwa BJB, Bank Pemerintah Daerah Jawa Barat, mempailitkan sebuah perusahaan dan menyita aset bersejarah menimbulkan pertanyaan besar tentang prioritas dan tanggung jawab sosial bank ini.
Diduga Ada Permainan Mafia Tanah dan Hukum di Bank Pemerintah Daerah
KPH Roy Rahajasa Yamin menduga ada permainan mafia tanah dan hukum yang menyebabkan Radnet dipailitkan oleh BJB. Ia menuding ada oknum bank yang bekerja sama dengan mafia tanah untuk mendapatkan aset dan tagihan proyek Radnet.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pada saat itu, Yuddy Renaldi juga menjabat sebagai Direktur Utama BJB. Informasi ini semakin memperkuat dugaan adanya keterkaitan antara kasus korupsi dana iklan yang saat ini menjerat Yuddy Renaldi dengan kasus pailit Radnet di masa lalu.
“Kami menduga ada akal-akalan dari oknum bank yang bekerja sama dengan mafia tanah untuk mendapatkan aset dan tagihan proyek,” ungkap KPH Roy Rahajasa Yamin dalam berbagai kesempatan.
Pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana mungkin praktik-praktik semacam ini terjadi di Bank Pemerintah Daerah yang seharusnya diawasi ketat?
Kisah Radnet menjadi potret buram tentang bagaimana birokrasi dan permasalahan utang negara dapat menghancurkan sebuah perusahaan pelopor dan merenggut aset bersejarah bangsa.
Gugatan di Amerika Serikat menjadi upaya untuk mencari keadilan dan mengembalikan hak-hak yang seharusnya menjadi milik mereka.
Peran Yuddy Renaldi dalam Pusaran Kasus: Tanggung Jawab di Bank Pemerintah Daerah
Jika Yuddy Renaldi menjabat sebagai Direktur Utama BJB pada saat kasus Radnet terjadi, hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan penting:
Apakah Yuddy Renaldi mengetahui atau terlibat dalam proses kepailitan Radnet? Apakah ada arahan atau kebijakan khusus dari Yuddy Renaldi terkait penanganan kredit Radnet? Apakah ada konflik kepentingan dalam kasus Radnet yang melibatkan Yuddy Renaldi?
Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab melalui investigasi yang transparan dan akuntabel. Masyarakat Jawa Barat berhak mengetahui kebenaran di balik kasus ini dan memastikan bahwa para pelaku yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Lebih dari itu, accountability publik menjadi semakin penting mengingat status BJB sebagai bank milik daerah yang dananya berasal dari pajak masyarakat.
Respons BJB dan Harapan Publik: Memulihkan Kepercayaan pada Bank Milik Daerah
Hingga berita ini diturunkan, pihak BJB belum memberikan tanggapan resmi terkait pengunduran diri Yuddy Renaldi dan dugaan keterkaitannya dengan kasus korupsi dana iklan dan kasus pailit Radnet.
Publik berharap agar BJB segera memberikan klarifikasi dan menjamin proses investigasi berjalan lancar tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Masyarakat Jawa Barat menuntut transparansi dan akuntabilitas dari BJB sebagai Bank Pemerintah Daerah yang seharusnya melayani kepentingan mereka.
Kasus ini menjadi ujian berat bagi BJB sebagai salah satu bank pembangunan daerah terbesar di Indonesia. Reputasi dan kepercayaan publik terhadap BJB dipertaruhkan.
BJB harus membuktikan komitmennya untuk menjunjung tinggi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan memberantas praktik korupsi di internal perusahaan, terutama mengingat statusnya sebagai Bank Pemerintah Daerah.
Pentingnya Investigasi Mendalam dan Transparan: Menjaga Integritas Bank Milik Daerah
Kasus pengunduran diri Yuddy Renaldi di tengah kasus korupsi dana iklan dan terungkitnya kembali kasus pailit Radnet, menjadi momentum penting bagi aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi yang mendalam dan transparan. KPK, kepolisian, dan kejaksaan harus bekerja sama untuk mengungkap seluruh fakta yang ada dan menyeret para pelaku yang terlibat ke pengadilan.
Masyarakat berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak, khususnya para pemangku kebijakan di sektor perbankan dan keuangan, untuk lebih berhati-hati dan mencegah terjadinya praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Keadilan harus ditegakkan dan hak-hak para korban harus dipulihkan, serta integritas Bank Pemerintah Daerah Jawa Barat harus dijaga.
Dampak Jangka Panjang dan Upaya Pemulihan Kepercayaan: Membangun Kembali Bank yang Melayani Rakyat Jawa Barat
Kasus ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kinerja dan reputasi Bank BJB dalam jangka panjang. Untuk memulihkan kepercayaan publik, BJB harus melakukan langkah-langkah konkret, antara lain:
Evaluasi Internal: Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengendalian internal dan proses pengambilan keputusan di seluruh lini perusahaan.
Transparansi Informasi: Meningkatkan transparansi informasi kepada publik, termasuk informasi terkait kinerja keuangan, risiko, dan tata kelola perusahaan.
Rekrutmen Pimpinan Baru: Memilih dan mengangkat pimpinan baru yang memiliki integritas tinggi, kompeten, dan berkomitmen untuk memberantas korupsi.
Kerja Sama dengan Aparat Penegak Hukum: Bekerja sama secara proaktif dengan aparat penegak hukum dalam proses investigasi dan penegakan hukum.
Audit Independen: Melakukan audit independen terhadap seluruh proses pemberian kredit dan pengelolaan aset perusahaan.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Bank BJB dapat memulihkan kepercayaan publik dan kembali menjadi bank yang sehat, kuat, dan terpercaya.
Yang terpenting, BJB harus kembali fokus pada misinya sebagai Bank Pemerintah Daerah yang melayani kebutuhan masyarakat Jawa Barat. Kisah kelam masa lalu harus menjadi pelajaran berharga untuk membangun masa depan yang lebih baik dan transparan di Bank Pemerintah Daerah Jawa Barat.
Penulis : Shanty
Editor : Rocky
Sumber Berita : www.teropongrakyat.co