JAKARTA – TeropongRakyat.co | | Miris, Lembaga Rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kontroversi setelah menyebut Operasi Tangkap Tangan atau OTT menjadi hanya sebatas hiburan semata untuk masyarakat. Padahal menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya, OTT dibutuhkan KPK demi memberikan efek jera para pelaku korupsi.
OTT masih sangat dibutuhkan sebagai langkah penindakan. Terutama dalam rangka pemberantasan korupsi dan memberikan efek jera,” katanya dalam perbincangan dengan Pro3 RRI, Selasa, 11 Juni 2024 lalu.
Adapun pernyataan Alex, sapaan Alexander Marwata, disampaikan saat menanggapi pertanyaan awak media di Jakarta Selatan, Jumat, 21 Juni 2024 soal OTT KPK yang mulai jarang dilakukan. Pimpinan KPK tersebut mengatakan OTT tak lagi efektif. Sebab, kata dia, “pada kenyataan menangkap koruptor dengan penyadapan adalah untung-untungan. Seperti menunggu orang sial ketahuan melakukan korupsi”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kan hanya menunggu orang duduk yang kemudian ngomong secara vulgar di dalam handphone-nya itu, entah dengan bahasa isyarat atau apa dia akan terima duit,” ujar Alex.
Alex juga menganggap OTT seperti layaknya hiburan untuk masyarakat. Kata dia, “persepsi publik terhadap KPK sangat dipengaruhi pemberitaan KPK yang menggelar operasi senyap tersebut. Namun, ketika KPK sudah lama tidak menggelar OTT, dianggap tidak bekerja dan citranya kian memburuk. Terbaru, berdasarkan survei Litbang Kompas, citra KPK yang terendah dibandingkan dengan lembaga pemerintah lainnya.
“Ya okelah OTT, ya syukur-syukur lah kalian dapat nanti kan. Ya buat hiburan ‘tinggggg’, buat masyarakat senang,” kata Alex.
Berdasarkan penelusuran awak redaksi TeropongRakyat.co, Alexander Marwata tercatat beberapa kali melontarkan pernyataan atau melakukan tindakan yang kontroversial. Selain soal OTT tersebut, pimpinan KPK itu juga pernah membuat kontroversi lainnya. TeropongRakyat.co telah merangkum sejumlah pernyataan serta tindakan kontroversi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang membuat citra Lembaga tersebut kian hilang kepercayaan dimata masyarakat, seperti:
1. Bisa tidur nyenyak saat citra KPK anjlok
KPK menjadi lembaga penegakan hukum dengan citra terendah dibandingkan TNI dan Polri versi survei Litbang Kompas. Namun, menurut Alex hasil survei tersebut tidak ada pengaruhnya untuk lembaga antirasuah. Pimpinan KPK ini mengatakan dirinya tidak terpengaruh apa pun dengan sejumlah hasil survei yang menyatakan KPK menjadi lembaga terburuk. “Saya tidak terpengaruh dengan survei-survei seperti itu, sama sekali tidak teterpengaruh. “Buktinya saya masih bisa tidur dengan nyenyak,” ujar Alex pada Jumat, 21 Juni 2024.
2. Bela Firli Bahuri dalam kasus Syahrul Yasin Limpo
Alex pernah menuai kontroversi dalam kasus eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan eks Ketua KPK Firli Bahuri. Saat itu, dia dihadirkan sebagai saksi fakta dalam sidang praperadilan. Dalam pemeriksaan ini, Alex Marwata juga ditanyai soal foto pertemuan Firli dengan SYL di GOR Tangki, Taman Sari, Jakarta Barat pada Maret 2022.
Berdasarkan kode etik KPK, kata Alex, pimpinan KPK dilarang mengadakan pertemuan dengan tersangka tindak pidana korupsi. Tapi, menurutnya ada perbedaan arti antara pertemuan dengan ditemui. Pertemuan, kata dia, adanya niat kesepakatan dan sesuatu yang ingin dibicarakan. Sedang, maksud ditemui baginya adalah tidak ada niat atau kesepakatan.
Namun, dalam kesaksiannya, ia tidak mengelaborasi apakah pertemuan Firli Bahuri dengan Syahrul Yasin Limpo di GOR Tangki itu dikategorikan sebagai pertemuan yang diagendakan atau tidak.
3. Akui tak malu saat Firli ditetapkan sebagai tersangka
Saat Firli Bahuri ditetapkan menjadi tersangka kasus pemerasan terhadap SYL, Alex mengatakan secara pribadi ia tak malu dengan status tersangka yang sedang disandang koleganya itu. “Saya pribadi tidak malu, karena itu belum terbukti. Ditetapkan sebagai tersangka oke, tapi ini masih pada tahap awal,” kata Alexander Marwata kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, (23/06).
Lebih lanjut Alexander mengatakan bahwa masih ada proses hukum yang masih terus berjalan dalam kasus Firli, sehingga tidak akan berhenti pada penetapan tersangka. Selain itu menurutnya masyarakat menggunakan asas praduga tak bersalah terhadap kasus yang menimpa Firli.
4. Pencemaran nama baik eks pegawai KPK
Alexander Marwata diduga melakukan pelanggaran etik berupa pencemaran nama baik atau penghinaan terhadap 57 pegawai nonaktif dalam konferensi pers pada 25 Mei 2021. Ketika itu Alex menyebutkan, 57 pegawai KPK tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) dan akan diberhentikan. Menurut dia, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.
Menanggapi itu, Alex mengatakan tak peduli dengan laporan itu. “Biarin saja mereka melaporkan pimpinan kemana-mana. Itu hak mereka. Saya gak peduli,” kata Alex melalui pesan teks, Sabtu, 21 Agustus 2021.
Terpisah, aktivis 98 Lumpen saat ditemui di kantornya mengatakan, “masyarakat tidak bodoh, seharusnya eks Ketua KPK Firli Bahuri dapat dijerat dengan Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor”.
Hal tersebut sudah ada aturan mainnya. “Jadi tidak ada alasan lagi, apalagi dengan bangganya dia katakan (Alexander Marwata-red) ini sebatas hiburan untuk rakyat, kan aneh, dan yang pasti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945,” pungkas Lumpen.