Prof. Gatot Soepriyanto, S.E., Ak., M.Buss (Acc)., Ph.D., CA, CFE resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang ilmu Fraud Examination pada (4/9) di BINUS @Kemanggisan, Kampus Anggrek. Beliau menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Fraud, lies, and algorithms; how organizations should adapt to the artificial intelligence-driven financial fraud.”
“Angka tidak berbohong, begitu pula AI. Orang-orang
dibelakangnyalah yang berbohong dan memutarbalikkan kebenaran. Itu sebabnya ini
tidak semata tentang teknologi; Fokus utama adalah etika dan sumberdaya manusia untuk menjadi
garda terdepan dalam memerangi kecurangan keuangan yang digerakkan oleh AI.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ungkapan di atas adalah penggalan yang
disampaikan oleh Prof. Gatot Soepriyanto, S.E., Ak., M.Buss (Acc)., Ph.D., CA.,
CFE dalam orasi ilmiah berjudul “Fraud, lies, and algorithms; how organizations
should adapt to the artificial intelligence-driven financial fraud.” Orasi
Ilmiah merupakan bagian dari seremoni acara Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang
Ilmu Fraud Examination atas dirinya.
Prof. Gatot mengawali orasinya dengan
mengangkat evolusi kecurangan keuangan yang difasilitasi oleh teknologi digital
saat ini. Menurutnya, kecurangan keuangan telah mengalami transformasi yang signifikan.
Kemunculan internet, sistem pembayaran digital, dan
analisis data telah membuat kecurangan dan kejahatan menjadi lebih canggih dan
lebih sulit dideteksi.
Munculnya AI generatif (GenAI) yang
semakin canggih, namun terjangkau, makin mendorong meningkatnya penipuan dengan
menggunakan AI. Deloitte’s Center for Financial Services memprediksi bahwa AI
generatif dapat menyebabkan kerugian akibat kecurangan mencapai USD 40 miliar
di Amerika Serikat pada tahun 202. Angka ini meningkat tajam dari USD 12,3
miliar pada tahun 2023, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 32%
(Deloitte, 2024).
Menurut Prof. Gatot, meningkatnya
kompleksitas kecurangan membutuhkan teori dan pendekatan baru untuk memahami
dan mencegahnya. Beliau menjelaskan perilaku curang tersebut dengan teori dasar
yang disebut Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle) yang terdiri dari tiga
komponen: Tekanan/insentif, Kesempatan, dan Rasionalisasi.
Tekanan/insentif mengacu pada
tekanan/insentif keuangan atau pribadi yang mendorong seseorang untuk melakukan
kecurangan. Kesempatan adalah kemampuan yang dirasakan untuk melakukan
kecurangan tanpa ketahuan, sementara Rasionalisasi melibatkan pembenaran atas
perilaku curang.
Prof. Gatot menyebutkan bahwa AI
dimanfaatkan antara lain untuk otomatisasi tugas-tugas rutin, meningkatkan
kemampuan analitis, memungkinkan audit secara real-time, dan meningkatkan
kepedulian terhadap perlunya etika.
Beliau juga memberikan klasifikasi
keuangan yang digerakkan oleh AI ke dalam
kuadran berdasarkan “dampak/keuntungan” dan “tingkat kesulitan
deteksi/pertahanan,” organisasi dapat secara strategis memprioritaskan
sumber daya dan mekanisme pertahanan.
Teknik-teknik berisiko tinggi seperti
Algorithmic trading manipulation, Automated money laundering, dan Synthetics
identify fraud serta Data Manipulation diidentifikasi sebagai teknik yang
memerlukan perhatian paling besar karena potensi kerugian finansial yang
signifikan dan kesulitan dalam mendeteksinya.
Pengembangan dan Adapatasi Teori
Kecurangan Keuangan
Untuk mengatasi kompleksitas yang
ditimbulkan oleh kecurangan keuangan yang digerakkan oleh AI, maka perlu
dilakukan adaptasi terhadap teori-teori kecurangan yang sudah ada. Prof. Gatot mengusulkan
Fraud Tetrahedron, sebuah evolusi dari Segitiga Kecurangan tradisional,
dengan menambahkan komponen keempat: Etika & Tata Kelola AI.
Konsep Fraud Tetrahedron mengakui bahwa
meskipun Tekanan, Peluang, dan Rasionalisasi tetap menjadi pusat untuk memahami
motivasi kecurangan, adanya perkembangan AI memerlukan fokus pada penggunaan
dan tata kelola teknologi AI yang etis.
Organisasi harus memastikan bahwa sistem
AI dirancang, digunakan, dan dipantau dengan mempertimbangkan pertimbangan etika.
Struktur tata kelola yang kuat sangat penting untuk mencegah AI disalahgunakan
dengan cara-cara yang memfasilitasi kecurangan.
Peran Dunia Pendidikan Dalam Menghadapi
Kecurangan Keuangan Yang Digerakkan Oleh AI
Sebagai Akademisi, Prof. Gatot memandang pentingnya sektor pendidikan
memainkan peran dalam menghadapi kecurangan keuangan yang digerakkan oleh AI. Menurutnya,
dengan berfokus pada pendidikan dan pengembangan keterampilan, memimpin
penelitian dan inovasi, serta meningkatkan kesadaran publik, lembaga-lembaga
ini dapat membekali tenaga kerja masa depan dengan pengetahuan dan alat yang diperlukan
untuk menghadapi ancaman kecurangan yang canggih.
Program interdisipliner, peluang pembelajaran berkelanjutan, dan
pengembangan AI yang etis adalah prioritas utama dalam mempersiapkan para
profesional untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh AI di bidang
keuangan.
Prof. Gatot menutup orasi ilmiahnya
dengan kesimpulan bahwa meskipun AI memberikan peluang besar untuk pertumbuhan
dan efisiensi, AI juga membawa risiko yang signifikan. Dengan secara proaktif
menghadapi risiko ini melalui perencanaan strategis, tata kelola yang kuat, dan
pembelajaran berkelanjutan, organisasi dan lembaga pendidikan dapat melindungi
integritas sistem keuangan dari ancaman kecurangan yang digerakkan oleh AI yang
terus berkembang.
Menjadi Guru
Besar Sebagai Komitmen Membina dan Memberdayakan Masyarakat
Prof. Gatot
Soepriyanto, S.E., Ak., M.Buss (Acc)., Ph.D., CA, CFE merupakan Guru Besar
Tetap ke-32 yang dikukuhkan BINUS UNIVERSITY. Beliau resmi dikukuhkan sebagai
Guru Besar bidang ilmu Fraud Examination pada (4/9) di BINUS @Kemanggisan, Kampus Anggrek.
Seremoni
pengukuhan dipimpin oleh Ketua Senat dan Rektor BINUS University, Dr. Nelly,
S.Kom., MM. CSCA, serta dihadiri Kepala LLDIKTI Wilayah III, Dewan Guru Besar, Guru Besar Tamu, perwakilan
industri dan tamu undangan.
Prof. Gatot bergabung
sebagai dosen di BINUS University pada tahun 2008. Dedikasi dan kepabilitas
Beliau dalam bidang akademik membuatnya dipercaya menjabat berbagai posisi di BINUS.
Mulai dari Head of Program, Head of Department, Dean of Faculty, hingga Campus
Director.
Dalam hal
pendidikan, Prof. Gatot menyelesaikan studi S1 Jurusan Akuntansi Universitas
Gadjah Mada (UGM), lulus dengan predikat cum laude; Pendidikan S2 Program
Master of Business in Accounting, Monash University, Australia dengan predikat
Highest Achieving Graduates (Lulusan Terbaik) dan pendidikan Doktor (S3)
Akuntansi di Monash University, Australia. Pendidikan S2 dan S3 beliau
disponsori Beasiswa dari Australia Awards yang diberikan Pemerintah Australia.
Selain itu,
Prof. Gatot juga melengkapi kompetensinya dengan mendapatkan sertifikasi
profesi seperti: Chartered Accountant (CA) dari Indonesia, Certified Practising
Accountant (CPA) dari Australia dan Certified Fraud Examiner (CFE) dari Amerika
Serikat.
Dari sisi
pengalaman kerja, Prof. Gatot pernah bekerja sebagai Financial Auditor di Ernst
& Young Indonesia, Grantee Auditor di United Nations Development Programme
(UNDP) Indonesia dan Programme Assistant di Child Protection Unit pada United
Nations Children’s Fund (Unicef), Indonesia.
Selain
mengajar, Beliau juga memiliki ketertarikan pada penelitian dan terlibat
sebagai konsultan kajian dan penelitian bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF)
Kementerian Keuangan dan GIZ, Jerman terkait Potensi dan Kepatuhan Pajak Orang
Super Kaya (HNWI) di Indonesia. Selain itu Prof. Gatot juga menjadi anggota Tim
Penilai Investasi Daerah (TPID) Pemerintah Kota Bekasi untuk periode anggaran
2023-2024. Minat penelitiannya adalah fraud examination, corporate tax
avoidance, financial data analytics, taxation, auditing, dan corporate
reporting.
Saat ini
Beliau menjabat sebagai Campus Director BINUS @Bekasi, yang memiliki keunikan
sebagai Business, Services, and Technology campus.
Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES