Jakarta – TeropongRakyat.co || Usulan pemberian bantuan sosial (bansos) untuk “korban” judi online dipertanyakaan dan menuai kritik banyak pihak. Langkah tersebut dianggap tak tepat untuk menyelesaikan persoalan judi online yang kian meresahkan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, sasaran penerima bansos terkait judi online yang dimaksud dalam usulannya yakni pihak keluarga dari pelaku. Sebab, anak, istri atau suami dari pelaku judi online berisiko ikut terdampak dan merugi.
Kemudian, mereka berisiko menjadi keluarga miskin baru yang perlu ditangani oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yang saya maksud penerima bansos itu ialah anggota keluarga seperti anak istri/suami,” ujar Muhadjir di halaman Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, Senin (17/6/2024) kemarin. “Kondisi ini, yang ditimbulkan itu menjadi tanggung jawab pemerintah, khususnya kami Menko PMK,” kata dia. Menurut Muhadjir, usulan pribadinya terkait pemberian bansos bagi pihak-pihak tersebut tetap harus dibahas lebih lanjut bersama Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
Dalam mekanisme pemberian bansos kepada keluarga yang terdampak judi online ini akan kami bahas dengan Menteri Sosial,” kata Muhadjir. Sementara itu, untuk pelaku judi online itu sendiri, Muhadjir menegaskan, tetap harus ditindak secara hukum. Sebab, judi online adalah suatu tindak pidana. “Perlu dipahami ya, jangan dipotong-potong, kalau pelaku sudah jelas harus ditindak secara hukum karena itu pidana,” ucap Muhadjir.
Harus dilihat sebagai pidana Kriminolog Reza Indragiri Amriel mengatakan, pemerintah seharusnya fokus memberantas judi online dan menindak secara hukum pihak-pihak yang terlibat. Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang telah dibentuk, harus benar-benar difungsikan untuk menindak tegas penjudi itu sendiri, bandar, serta pihak-pihak yang melindungi.
“Saya memandang bahwa masalah judi sudah sepatutnya disikapi sebagai pidana, seperti yang berlaku saat ini,” ujar Reza di kutip dari Kompas.com, Selasa (18/06).
Reza pun menyindir rencana pemerintah untuk memberikan bansos yang dianggapnya tak tepat.
Langkah itu dikhawatirkan menjadi preseden buruk dalam proses penegakan hukum tindak pidana, terutama yang turut berdampak pada perekonomian keluarga pelaku. “Sekaligus saja, koruptor yang dihukum dengan dimiskinkan juga memperoleh bansos. Plus, untuk memudahkan distribusi bansos, RT/RW melakukan pendataan warganya yang berjudi online,” kata Reza
Terpisah, Pengamat kebijakan publik yang juga aktivis 98 Kamper menilai, “”pemberian bansos tidak tepat dan tak solutif. Langkah itu justru berpeluang membuat para penjudi daring merasa “aji mumpung”. Di samping itu, pemberian bansos dikhawatirkan merusak upaya pemberantasan judi online, termasuk juga penghapusan kemiskinan dikarenakan sudah terbiasa menerima tanpa harus bekerja”.
“Umpama ada yang berpikir ‘Kalau gitu kita judi terus saja, kalau menang dapat uang. Kalau kalah dapat bansos’. Misalnya begitu, Sudah dapat dipastika itu merusak. Malah justru melanggengkan bansos itu sendiri. Dan tidak memutus kemiskinan,” jelas Kamper.
Kamper berpandangan, Pemerintah seharusnya menjauhkan masyarakat dari judi online dan membuat pelakunya terlepas dari ketergantungan, daripada mempertimbangkan pemberian bansos. Salah satunya dapat dilakukan menggencarkan sosialisasi dan mendorong pihak keluarga, agar memberikan dukungan dan pendampingan bagi korban yang ingin terlepas dari jeratan judi online. “Kalau terus mendapatkan bansos sebaiknya diputus, karena penjudi tidak selalu miskin. Perlunya community support system, dukungan keluarga penting,” ucap Kamper.
Ia menyampaikan judi online seperti halnya penyalahgunaan narkoba. Pelakunya adalah korban dari tindak pidana yang dilakukannya sendiri. “Ada yang disebut sebagai victimless crime atau kejahatan tanpa korban, di mana pelaku pada dasarnya adalah korban langsung dari tindak pidana yang dilakukannya,” kata Kamper. Meski dapat dikategorikan sebagai korban, lanjut Kamper, pelaku judi online tidak selayaknya mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.
Ia menyatakan, memberikan bantuan sosial kepada korban sekaligus pelaku judi online hanya akan melanggengkan praktik tersebut. Sebab, kata Kamper tetap ada pihak yang menjadi korban tidak langsung dari judi online, yakni pihak keluarga maupun masyarakat. “Wah kalau kasih bansos apalagi jika bentuknya uang sama dengan kasih narkoba gratis ya ke penggunanya. Bahaya itu sebagai bagian dari hukum publik, hukum pidana bertugas menjaga ketertiban masyarakat yang dalam hal ini adalah korban tidak langsung,” pungkas Kamper.