Subang, teropongrakyat.co – Hati-hati buat para kandidat yang ingin bertarung pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Subang. Ada dua isu negatif yang potensial merontokan elektabilitas kandidat. Yaitu, isu poligami dan Narkoba.
Hal itu disampaikan Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam kepada pers di Subang, Jumat (20/9), terkait dengan mulai ramainya sejumlah isu negatif yang dialamatkan kepada para calon bupati di Subang.
“Jangan anggap sepele dua isu tersebut, karena sangat potensial menggerus bahkan merontokkan elektabilitas. Dan bagi kandidat yang merasa terlibat dalam dua kasus itu harus siap-siap menerima akibatnya,” katanya.
Menurut Arman, dari data survei yang pernah dilakukannya selama ini, hampir di seluruh wilayah, mayoritas publik mengaku tak ingin dipimpin oleh bupati, walikota atau gubernur yang poligami dan terlibat Narkoba.
Namun, diakaui Arman, di sejumlah daerah ada juga calon bupati poligami yang tetap terpilih sebagai pemenang. Termasuk, yang terlibat kasus korupsi. Bahkan ada yang sudah dua bulan ditahan KPK masih terpilih.
Dijelaskan Arman, hal itu wajar terjadi, karena dalam teori isu negatif atau negative campaign, adalah seberapa orang tahu dan seberapa orang percaya.
Arman mencontohkan, bisa saja seorang calon bupati itu beristri dua atau bahkan lebih, tapi masih dipilih, hal itu karena mayoritas publik tidak tahu. Atau tahu tapi tidak percaya.
“Dari beberapa survei yang pernah dilakukan IPS, memang rata-rata publik yang tahu isu negatif para calon itu tak pernah lebih dari 10%. Kebanyakan hanya 5% saja. Sehingga, wajar jika isu tersebut tidak berpengaruh kepada elektoral kandidat,” jelasnya.
Ditanya soal isu negatif 3 calon bupati di Subang, Arman mengaku tidak tahu. Tapi, jika ada kandidat yang merasa terlibat dua isu tersebut, baik poligami maupun narkoba, harus siap-siap rontok jika diketahui oleh mayoritas publik di Subang.
“Jujur, saya sendiri tidak tahu, siapa calon bupati di Subang yang terlibat poligami dan narkoba. Saya hanya ingin mengingatkan berdasarkan data, bahwa dua isu itu jangan dianggap sepele, jika sampai mayoritas publik tahu,” ungkapnya.
Arman mencontohkan kasus pada Pilpres 2024 lalu, dimana salah satu kandidatnya, yaitu Ganjar Pranowo ramai diberitakan di aneka sosmed suka menonton video porno.
Pada saat awal-awal, kata Arman, tak banyak orang tahu pengakuan Ganjar dalam salah satu Podcast Dedi Corbuzer itu. Tapi, semakin lama, mayoritas publik semakin tahu bahwa Ganjar suka menonton video porno, akhirnya elektabilitasnya merosot.
Padahal, lanjut Arman, itu urusan pribadi kandidat yang, sebut saja, tidak merugikan langsung banyak orang. Sama seperti itu poligami yang dalam agama Islam sebenarnya tak dilarang, tapi mayoritas pemilih tak ingin pemimpinnya poligami.
“Ini sedikit contoh aja, yang dibolehkan saja dalam agama seperti poligami ditolak mayoritas pemilih, apalagi yang jelas-jelas dilarang agama seperti Narkoba,” tegasnya.
Untuk itulah, Arman menyarankan, dalam rangka kepentingan transparansi berdemokrasi, para kandidat yang berkontestasi pada Pilbub Subang untuk memilih bersikap jujur.
“Mungkin, jujur dari awal lebih baik, ketimbang akhirnya ketahuan di ujung. Misalnya, kalau benar poligami, sampaikan saja kepada publik. Mungkin dengan begitu rakyat malah simpatik, ketimbang ditutup-tutupi yang akhirnya rakyat tahu bahwa kandidat itu tidak jujur,” tandasnya.
(ShanShan)