Bekasi, teropongrakyat.co – Peredaran obat keras terbatas rupanya menjadi lahan basah bagi sebagian oknum nakal di wilayah hukum Polres Bekasi Kota. Hal ini jelas menjadi pekerjaan berat bagi instansi Kepolisian untuk memberangus kartel pengedar pil koplo. Apakah bisa di basmi ? Atau menjadi pendapatan kebanyakan Oknum. Jum’at, 17/1/2025
Belum lepas Dari ingatan kita kasus Iman Maskur yang tewas di tangan aparat berseragam aktif, gegara pil koplo di Tanggerang Selatan. Bahkan sebelumnya Kepolisian Republik Indonesia berhasil membongkar tempat Industri obat keras tanpa legalitas.
Maraknya peredaran pil koplo tentu harus menjadi perhatian khusus Kementerian Kesehatan. Karna jelas peredaran pil Koplo di jadikan lahan untuk meraup keuntungan semata, bagi oknum tidak bertanggung jawab. Seperti yang di akui Warga di Sekitaran Pengasinan, Kec. Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“toko ini sudah di laporkan beberapa kali di lurah pengasinan, tapi ko masih buka sampai sekarang. Ini jadi pertanyaan besar buat kami, wajar jika kami berprasangka buruk atas kinerja Lurah di Pengasinan. Ujar warga berbadan tegap kepada redaksi teropongrakyat.co, 17/25
Redaksi teropongrakyat.co mencoba konfirmasi melalu pesan WhatsApp kepada Lurah Pengasinan dan Kanit Polsek Bekasi Timur belum menemukan jawaban. Ini menunjukan kurangnya kinerja Pemerintah dalam memberantas peredaran obat keras terbatas.
Peredaran obat keras terbatas (K) tanpa Nomor Izin Edar (NIE) dari BPOM RI, rupanya menjadi momok yang sangat menakutkan bagi penegak hukum untuk memberangus. Terbukti dengan banyaknya toko kosmetik yang dengan sengaja menjual pil Koplo tanpa tersentuh hukum.
“Perhatikan obat keras HCL dengan lebel tramadol. Peredaran obat itu ada banyak versi. Ada yang di produksi oleh Industri obat keras terdaftar. Dan ada yang di produksi oleh para kartel obat keras. Dari banyaknya industri pik koplo tentunya dalam hal ini Polri wajib mengambil sikap tegas,” terang Kamper yang juga sebagai pemerhati lingkungan kepada awak media.
Dalam hal ini tentunya ada pelanggaran, baik pengguna maupun pengedar dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1963. Tentang Farmasi, serta untuk pengendar dapat djerat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penulis : Ruhan