Bekasi, TeropongRakyat.co. Keresahan masyarakat akan peredaran Obat Keras Golongan G dan Obat Keras Terbatas ‘K’ seperti Tramadol, Hexymer, Trihexyphenidil, Alprazolam, Riklona, Dumolid dan lain sebagainya marak di wilayah hukum Polsek Bantargebang.
Hasil pantauan awak media di Perumahan Permata Legenda 3 terdapat bedeng kecil di Jl Kelaa Dua Pedurenan, Kec Mustikajaya. Dengan bebas mereka menjual obat-obatan yang seharusnya disertai resep Dokter dan tanpa tidak menutup kemungkinan menyasar para pelajar.

“Saya pernah menemukan bungkus obat di kantong celana sekolah keponakan saya berusia kelas 8 SMPN. Saat ditanya obat untuk apa anak saya marah. Setelah saya cari tahu, ternyata itu jenis obat-obatan keras yang dibilang pil koplo. Saya berharap kepada pihak Kepolisian agar dapat menindak penjual obat tersebut,” ujar Zidan yang juga merupakan warga sekitar, warga sekitar yang notabene tempat tinggalnya tidak jauh dari bedeng kecil tersebut.
Pada kesempatan yang sama, setelah melakukan interogasi secara persuasif redaksi kembali menanyakan oleh penjaga toko siapa bos dari toko obat tersebut, hingga penjaga toko mengakui jika toko tersebut milik Arif seorang pemuda asal Aceh dan ikut bergabung dengan group Aceh Serumpun.”
Terpisah, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Generasi Muda Peduli Tanah Air (Sekjend Dpp Lsm Gempita) Drs. Aris Sucipto M.si menaruh kecurigaan dibalik peredaran pil koplo yang Kebal hukum.
“Padahal sudah jelas tramadol maupun Hexymer sendiri merupakan obat yang berkerja pada sistem saraf, sehingga memberikan efek halusinasi pada penggunanya. Dan jika dikonsumsi berlebih akan menimbulkan kejang serta kerusakan pada saraf hingga mengakibatkan pengguna bertindak diluar kesadaran seperti melakukan tindak kriminal dan lainnya,” jelas Aris.
“Selain tanpa Nomor Izin Edar dari BPOM, Tramadol dan kawan-kawan nya ini dapat dengan mudah untu menjual kepada semua kalangan tanpa harus menunjukan resep obat, “sambung Aris.
Yang jadi pertanyaan besar adalah, peran Polda Metro Jaya beserta jajaran sebagai Aparat Penegak Hukum, kinerjanya patut dipertanyakan, lah, kan sudah jelas aturan mainnya sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi.
Sudah seharusnya Aparat Penegak Hukum mengambil langkah tegas. Atau memang peredaran obat-obatan tersebut dijadikan lahan basah bagi kebanyakan “oknum” yang tidak bertanggung jawab. “Sudah seharusnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih mempersempit ruang gerak para kartel Obat-obatan keras.,” ujar Aris.
“Dan Melalui Dinas Kesehatan Kota Bekasi, saya berharap penyakit masyarakat (pekat) yang satu ini dapat di tindak tegas terhadap pemain dan pengguna sesuai peraturan Perundang-undang yang ada, “ pungkas Aris.
Dalam waktu dekat Redaksi bersam warga sekitar untuk menutup paksa toko obat keras tersebut, karena dirasa sangat meresahkan.
Penulis : Rocky A.K
Editor : MRA



























































