KABUPATEN TANGERANG, Teropongrakyat.co – Regulasi telah mengamanatkan pengawasan terhadap oli kendaraan yang beredar di pasaran. Namun, implementasinya dipertanyakan menyusul temuan investigasi Suara Realitas terkait begitu bebasnya produksi, pengemasan, dan penjualan oli palsu, bagai ombak yang bersusulan. Produk yang meniru merek resmi dijual secara leluasa, seakan tidak diawasi pemerintah.
Hal itu membuat Pemerhati Publik Syamsul Jahidin mencurigai maupun menduga adanya ‘permainan’ antara YSP dengan oknum petugas Kepolisian terkait kegiatan ‘produksi dan pengemasan’ oli palsu dengan berbagai merek ternama, beromzet mencapai kurang lebih Rp35 miliar per-bulan, Kamis (09/01/2025).
Dikhawatirkan, dengan banyak setoran, konsorsium bisnis ilegal yang dipimpin YSP bisa leluasa melakukan aktivitas tersebut tanpa hambatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kapolri harus mengevaluasi jajaran anggotanya, untuk mengetahui apakah dia nyetor dan ada dugaan kong-kalikong permainan uang dengan maraknya penyebaran oli palsu di pasaran,” ujar Syamsul kepada wartawan via WhatsApp, Kamis (09/01).
Menurut Syamsul, leluasanya peredaran oli palsu ini bisa menimbulkan kekecewaan dan juga memicu kecurigaan masyarakat atau publik. Mengingat, kasus penyelewengan oli palsu tersebut telah merugikan konsumen pemilik kendaraan bermotor se-Indonesia.
“Tindakan pemalsuan ini memang marak dan harus segera diberantas untuk kepentingan keselamatan konsumen. Selain konsumen yang dirugikan, kami selaku pemilik kendaraan bermotor juga merasa dirugikan, dan menimbulkan kekecewaan publik yang nyata-nyata dirugikan, pada gilirannya akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada Polri dan pemerintah,” tegas Praktisi Hukum dan Komunikasi itu.
“Ini perlindungan kepada konsumen, jangan sampai konsumen dirugikan, jangan sampai ada tindakan yang melanggar hukum, kalau ada pemalsuan kan tidak boleh, memperdagangkan sesuatu yang dipalsukan, ini kan tentunya merugikan konsumen,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, sebuah gudang dikawasan pergudangan sentra Kosambi, Jl. H.Ana Blok H 1L, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten diduga dijadikan tempat pengemasan oli palsu dengan berbagai merek ternama.
Warga pun membenarkan bahwa gudang tersebut memproduksi dan atau mengemas oli ilegal, serta aktivitas itu sudah cukup lama.
“Ya gudang itu pabrik oli. Ada 2 pak Blok L dan M. Wah sudah lama itu pak, sudah bertahun tahun itu. Tapi saya tidak tahu pasti mereknya apa saja,” ungkap warga tersebut kepada wartawan, Selasa 7 Januari 2025 sore menjelang malam.
“Iya pak itu pabrik oli. Kalau warga biasa gak bisa masuk, apalagi yang gak di kenal, karna keliatan dari atas ada CCTVnya kecuali ada muat baru bisa di buka gerbangnya. Itu mobilnya di depan gede (sambil menunjuk). Kalau gembok di luar itu akal-akalan aja, ada kok karyawan mah di dalam pak,” tambah security di depan pabrik sekitar.
Berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi di lapangan, produsen oli dan sparepart palsu yang berada di wilayah Hukum Polres Metro Tangerang Kota tersebut diduga mempunyai 13 unit gudang yang dijadikan tempat memproduksi dan pengemasan oli.
Dari modus yang digunakan para mafia kelas kakap tersebut, beberapa gudang yang tampak depannya sengaja ditulis ‘DIKONTRAKKAN’ lengkap dibubuhi nomor handphone yang ditempel di pagar gudang, diduga dengan tujuan mengelabui masyarakat serta Aparat Penegak Hukum (APH), namun tempat tersebut diketahui beroperasi dan melakukan aktivitas pada malam hari.
“Ini pemiliknya Andi Yosep. Itu ban buat nahan. Oli jadi, kurang tau saya kalau gitu-gitu bang masalah operator kayak gitu, saya baru disini. Angkutnya pakai mobil box,” urai seorang karyawan, Riwan.
Bahkan data yang dihimpun, YSP dalam menjalankan konsorsium bisnis ilegalnya dalam sehari diperkirakan beromzet Rp500 sampai Rp700 juta per-gudang dan jika ditaksir mencapai Rp35 miliar per-bulan.
Tak tanggung-tanggung, YSP juga turut bekerja sama dengan inisial AD, AL, owner toko besar dan agen sparepart di Jakarta dalam menjalankan bisnis gelap dan ilegal tersebut.
Sebagai informasi, pemalsuan pelumas ini dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 100 Ayat 1 dan/atau Ayat 2, serta Pasal 102 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Selain itu, pembuat pelumas ilegal telah melanggar Undang-undang (UU) Konsumen Pasal 62, karena tidak melakukan produksi sesuai ketentuan yang berlaku dan akan dikenakan sanksi 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.