Jakarta teropongrakyat.co – Ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut tarif cukai hasil tembakau (CHT) sudah “sangat tinggi” dan menegaskan kebijakan negara tidak boleh membunuh industri, banyak yang langsung menafsirkan ini sekadar soal angka. Tetapi mari jujur: ini bukan sekadar hitungan fiskal, ini soal arah bangsa.
Sampai kapan kita mau terjebak dalam dilema semu: negara dapat uang, rakyat dapat penyakit? Cukai rokok memang menyumbang triliunan, tapi biaya kesehatan akibat penyakit terkait tembakau jauh lebih besar—dan ironisnya, ditanggung kembali oleh APBN. Jadi, apakah kita benar-benar untung, atau sekadar menggeser beban dari kas negara ke tubuh rakyat?
Pertanyaan berikutnya: bagaimana dengan industri? Benar, jutaan orang hidup dari sektor tembakau. Tetapi jika kita membiarkan industri berjalan apa adanya tanpa transisi, bukankah kita sedang membiarkan jutaan pekerja itu berjalan di ujung jurang? Apa gunanya mempertahankan industri yang sebentar lagi bisa ditinggalkan pasar global?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dunia sedang bergerak ke arah ekonomi hijau, produk ramah lingkungan, gaya hidup sehat. Indonesia? Masih berkutat pada warisan lama yang membuat rakyat miskin makin miskin—bukan karena kurang kerja, tapi karena uangnya habis untuk rokok, dan kesehatannya dirampas penyakit akibat rokok.
Mari kita bicara keadilan sosial. Siapa yang diuntungkan dari pola ini? Bukan buruh pabrik, bukan petani tembakau kecil, apalagi konsumen kelas bawah. Yang paling banyak menikmati hasilnya hanya segelintir pelaku besar industri. Lalu siapa yang menanggung akibatnya? Negara, melalui biaya kesehatan. Rakyat, melalui hidup yang dipotong usia sakit.
Inilah kenapa kita harus berubah. Perubahan bukan berarti mematikan industri seketika, melainkan menata ulang: bagaimana industri diberi jalan transisi, bagaimana masyarakat dilindungi, bagaimana negara tetap mendapat pemasukan tanpa mengorbankan generasi.
Pertanyaan terakhir, yang paling mendasar: kalau kita tahu semua ini, kalau Purbaya Yudhi sendiri sudah memberi peringatan, lalu apa alasan kita untuk tetap diam?
Karena yang pasti, tanpa perubahan, kita hanya sedang menyaksikan sejarah berulang: negara diuntungkan sesaat, rakyat merugi selamanya.
Penulis : Rocky A.K
Sumber Berita: www.teropongrakyat.co