Jakarta, teropongrakyat.co – Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Hukum (GEMAH), Badrun Atnangar melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kementerian PUPR dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Terkait pemberian perpanjangan konsesi pengusahaan jalan tol dalam kota Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur – Pluit yang di berikan kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). kata Ketum GEMAH, Badrun Atnangar kepada wartawan di Gedung Kejagung dan KPK, Jakarta Rabu, (2/7/2025).
Badrun menyampaikan Kronologis kejadian kasus dugaan korupsi Kementerian PUPR dan BPJT sebagai berikut :
Sumber awal dugaan korupsi dalam laporan hasil pemeriksaan semester 1 Tahun 2024 dalam IHPS semester 1 Tahun 2024 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dalam dokumen setebal 292 halaman menyebutkan pengembangan jalan Tol Ancol Timur – Pluit pada Ruas Tol Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur- Pluit yang dikerjakan Yusuf Hamka tidak sesuai ketentuan.
Diantaranya dengan alasan yaitu:
“Pemberian persetujuan lingkup perpanjangan konsensi pengusahaan Ruas Tol Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur – Pluit kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada hingga tahun 2060 ditunjuk secara langsung oleh Basuki Hadimulyo Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) era Joko Widodo tanpa proses pelelangan pada tanggal 23 Juni 2000 artinya keabsahannya dan kelayakannya tidak bisa di akui dan mengakibatkan negara dirugikan Triliunan rupiah,” papar Badrun.
“Konsensi pengusahaan ruas tol Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur – Pluit kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada berakhir pada Maret 2025 tetapi dengan nepotisme dan dugaan suap ratusan Miliar konsensi pada PT Citra Marga Nusaphala Persada yang di miliki Yusuf Hamka dapat di perpanjang lebih awal,” tegas Badrun.
“Perpanjangan konsesi ini dituangkan dalam Akta Notaris Rina Utami Djauhari, S.H., No. 06 tanggal 23 Juni 2020, dan ditandatangani oleh Menteri PUPR serta PT CMNP,” terang Badrun.
“Hal ini melanggar PP Nomor 23 tahun 2024 Tentang Jalan Tol. PP ini menjelaskan ketentuan mengenai masa konsesi, Cara pengembalian pengusahaan jalan tol setelah masa konsesi berakhir, Dan mekanisme pengelolaan jalan tol pasca berakhirnya konsesi,” terangnya.
Kemudian pengusahaan jalan tol ruas Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur – Pluit pada Yusuf Hamka yang berakhir Maret 2025 harus dikembalikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setelah masa konsesi berakhir.
“Sebelum masa konsesi berakhir, Menurut Pasal 78 ayat (3) PP Nomor 23/2024, evaluasi baru bisa dilakukan paling cepat Satu tahun sebelum konsesi berakhir, Yakni Maret 2024,” ujar Badrun.
“Perpanjangan prematur (Menurut LHP BPK 2020) konsesi diperpanjang tanpa evaluasi pada tahun 2020, Padahal seharusnya baru bisa dievaluasi pada tahun 2024. Potensi kerugian negara akibat tidak dilakukan lelang ulang atau pengalihan ke BUMN diperkirakan mencapai Rp 15–20 Triliun,” tegas Badrun.
“Dan ada dugaan manipulasi keuangan pada LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015 Biaya pemeliharaan jalan tol senilai Rp 1,2 Triliun dibebankan ke APBN, Padahal menjadi kewajiban PT CMNP. Praktik dual accounting untuk mengurangi setoran pendapatan ke negara,” ungkap Badrun.
“PT CMNP hanya menyetor sebesar 1,5 Persen dari pendapatan kotor, Jauh di bawah rata-rata industri sebesar 3–5 % dan tunggakan denda keterlambatan sebesar Rp 320 Miliar tidak ditagih oleh BPJT,” ujarnya.
Menurut Badrun salah satu Direktur PT CMNP adalah mantan pejabat BPJT, Hal ini membuka celah kolusi dalam penetapan tarif dan perpanjangan konsesi.
“Kami mendesak dilakukannya audit investigatif lanjutan oleh Kejaksaan Agung atau KPK atas dugaan perpanjangan konsensi tol dan manipulasi serta Mark-Up pelaporan keuangan,” tegas Badrun.
Berikut analisis yuridis dalam Perpanjangan konsensi pengusahaan Ruas Tol Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur – Pluit yang berpotensi terjadi tindak pidana korupsi:
Pertama, UU nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Pasal 56, Mengharuskan pengembalian jalan tol ke negara setelah konsesi berakhir yaitu sejak Konsensi pengusahaan Tol pada Yusuf Hamka Maret 2025 berakhir.
Kedua, PP nomor 15 tahun 2005 dan PP nomor 23 tahun 2024 mewajibkan Kementerian PUPR dan BPJT evaluasi menyeluruh sebelum perpanjangan diberikan. kenyataanya tidak ada evaluasi dan tender ulang dalam Konsensi pengusahaan jalan tol yang diberikan pada Yusuf Hamka.
Ketiga, Dalam UU Tipikor, Pasal 2 dan 3, Menyebutkan bahwa perpanjangan yang merugikan keuangan negara secara prematur dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, Penyalahgunaan wewenang dan Suap.
Tindakan dari Aparat Penegak Hukum yang harus dilaksanakan untuk menyelamatkan aset negara.
“Kami memohon
Kejagung dan KPK untuk segera memeriksa Dugaan Korupsi, Kolusi dan suap dalam proses perpanjangan Konsesi ruas jalan Tol Cawang – Tanjung Priuk – Ancol Timur – Pluit yang diberikan pada PT CMNP milik Yusuf Hamka oleh Kementerian PUPR yang telah melawan hukum,” pungkas Badrun Atnangar.