Jakarta – Teropongrakyat.co || Abad ke-20 menjadi saksi bisu kelahiran dan metamorfosis sinema, dari sekadar atraksi teknologi yang memukau hingga menjadi bentuk seni global yang paling berpengaruh. Periode 100 tahun ini membentuk fondasi industri film modern, melahirkan genre-genre ikonik, bintang-bintang legendaris, dan inovasi teknologi yang mengubah cara kita bercerita dan mengonsumsi hiburan.
Awal Mula dan Era Film Bisu (1900-an – Akhir 1920-an)
Dekade-dekade pertama abad ke-20 didominasi oleh film bisu. Dimulai dari eksperimen bersaudara Lumière di akhir abad ke-19, sinema dengan cepat berkembang. Bioskop-bioskop “nickelodeon” bermunculan, menawarkan pengalaman unik bagi masyarakat. Sutradara pionir seperti Georges Méliès dengan “A Trip to the Moon” (1902) menjelajahi efek khusus, sementara D.W. Griffith dengan “The Birth of a Nation” (1915) menunjukkan potensi naratif yang kompleks, meskipun kontroversial. Bintang-bintang seperti Charlie Chaplin, Buster Keaton, dan Mary Pickford menjadi ikon global, mengandalkan ekspresi fisik dan mimik wajah untuk menyampaikan emosi tanpa dialog.
Revolusi Suara dan Era Keemasan Hollywood (1920-an – 1950-an)
Kedatangan “talkies” dengan “The Jazz Singer” (1927) mengubah segalanya. Suara membawa dimensi baru dalam penceritaan, memicu ledakan kreativitas dan memunculkan genre musikal. Era ini sering disebut “Era Keemasan Hollywood,” di mana studio-studio besar seperti MGM, Warner Bros., dan Paramount mendominasi produksi. Sistem studio menciptakan bintang-bintang seperti Humphrey Bogart, Bette Davis, dan Greta Garbo. Film-film epik, drama romantis, dan film noir menjadi populer, mencerminkan dan membentuk budaya populer Amerika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasca-Perang Dunia II: Neorealisme, Nouvelle Vague, dan Ekspansi Global (1940-an – 1960-an)
Setelah Perang Dunia II, sinema mulai berevolusi di luar Hollywood. Gerakan Neorealisme Italia, dengan film-film seperti “Bicycle Thieves” (1948), menawarkan pandangan yang lebih realistis dan sosial. Tak lama kemudian, muncul Nouvelle Vague Prancis, dipelopori oleh sutradara seperti Jean-Luc Godard dan François Truffaut, yang menantang konvensi naratif dan visual. Pada saat yang sama, sinema Jepang dengan Akira Kurosawa (“Rashomon,” 1950) dan Yasujirō Ozu, serta sinema India dengan Satyajit Ray, mulai mendapatkan pengakuan internasional, menunjukkan keragaman narasi dan gaya di seluruh dunia.
Era New Hollywood dan Blockbuster (1960-an – 1980-an)
Akhir 1960-an dan 1970-an menyaksikan munculnya “New Hollywood,” di mana sutradara muda seperti Francis Ford Coppola, Martin Scorsese, dan Steven Spielberg mengambil alih kendali kreatif, menghasilkan film-film yang lebih kompleks dan gelap seperti “The Godfather” (1972) dan “Taxi Driver” (1976). Era ini juga melahirkan konsep blockbuster modern dengan kesuksesan fenomenal “Jaws” (1975) dan “Star Wars” (1977), mengubah cara film dipasarkan dan didistribusikan.
Digitalisasi dan Globalisasi Menjelang Milenium Baru (1990-an)
Dekade terakhir abad ke-20 ditandai dengan transisi menuju era digital. Efek visual berbasis komputer mulai mendominasi, membuka kemungkinan baru yang tak terbatas dalam penceritaan. Film-film seperti “Jurassic Park” (1993) dan “Titanic” (1997) memecahkan rekor box office. Sinema independen juga mengalami kebangkitan, dan film-film dari berbagai negara semakin mudah diakses oleh penonton global, menandai globalisasi industri film yang akan terus berlanjut di abad ke-21.
Abad ke-20 adalah periode yang dinamis bagi sinema, di mana ia tumbuh dari sekadar hiburan menjadi cerminan masyarakat, alat propaganda, media ekspresi artistik, dan industri raksasa yang terus berinovasi. Warisan sinematik dari abad ini terus menginspirasi dan membentuk cara kita membuat dan menikmati film hingga hari ini.
Penulis : Yordani