Jakarta, TeropongRakyat.co – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo menegaskan bahwa fenomena disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) dapat merusak sendi demokrasi. Menurutnya, aspirasi publik bisa menjadi bias jika disampaikan secara provokatif dengan pola produksi konten menyerupai DFK. Rabu,(27/08/2025).
“Algoritma media sosial sering kali justru menempatkan misinformasi, disinformasi, fitnah, dan konten bernuansa emosional di posisi yang lebih mudah viral. Seharusnya platform yang beroperasi di Indonesia bertanggung jawab melakukan filterisasi agar konten yang beredar lebih jernih,” ujar Angga di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan, belakangan ini sejumlah konten fabrikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mengandung unsur DFK juga ramai beredar dan memicu sentimen negatif. Menurutnya, kerusakan akibat konten semacam itu sulit diperbaiki karena publik awam kerap menganggapnya benar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan sistem yang mereka miliki, seharusnya platform sudah bisa mendeteksi, mana konten buatan AI, mana yang palsu, dan langsung men-take down konten semacam itu,” tegas Angga.
Lebih lanjut, Angga menekankan bahwa langkah penghapusan konten (takedown) tidak dimaksudkan untuk membungkam kebebasan berekspresi. “Ini perlu digarisbawahi. Takedown bukan untuk membatasi aspirasi masyarakat, melainkan agar penyampaian pendapat tetap berada dalam koridor yang sehat, bukan anarkis atau provokatif,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana memanggil sejumlah platform media sosial, termasuk TikTok dan Meta, untuk dimintai kejelasan terkait kebijakan moderasi konten provokatif dan berbau DFK. Pemanggilan ini dilakukan setelah aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI ricuh akibat terpengaruh konten provokatif.
Angga menyebut, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kepala TikTok Asia Pasifik, Helena, yang diminta hadir ke Jakarta untuk membahas fenomena tersebut. “Kami juga sudah berkomunikasi dengan TikTok Indonesia serta Meta Indonesia. Namun, untuk platform X agak berbeda karena mereka tidak memiliki kantor di Indonesia,” katanya.



























































