Opini: Sayang Itu Merelakan, Bukan Mempertahankan

- Jurnalis

Senin, 14 Juli 2025 - 01:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Redaksi Teropongrakyat.co

Di tengah narasi cinta yang kerap dibumbui oleh kalimat “perjuangkan dia sampai akhir,” muncul pandangan berbeda yang justru menantang konsep tersebut: sayang itu merelakan, bukan mempertahankan. Bagi sebagian orang, ini terdengar seperti bentuk menyerah. Namun bagi mereka yang telah mencintai dalam-dalam, merelakan bisa jadi adalah puncak dari kedewasaan.

Seringkali kita terjebak dalam keyakinan bahwa jika benar-benar cinta, maka harus bertahan apapun keadaannya. Padahal, bertahan tidak selalu identik dengan cinta. Kadang justru rasa takut sendirilah yang mendorong kita untuk terus berpegangan, meski hati telah penuh luka. Kita lupa, bahwa cinta sejati bukan tentang memiliki, melainkan tentang memberi ruang untuk bahagia—meskipun bukan bersama kita.

Merelakan bukan berarti berhenti mencintai. Tapi itu berarti kita mencintai dengan cukup besar untuk tidak mementingkan ego. Bahwa kita memahami, tidak semua yang kita inginkan harus kita genggam. Terkadang, yang paling kita sayangi adalah yang harus kita lepaskan.

Dan di sinilah letak keberanian yang sebenarnya. Merelakan seseorang yang kita cintai bukan karena kita tak cukup baik, tapi karena kita tahu dia layak tumbuh di tempat yang tidak membebaninya, dan kita pun pantas mendapatkan cinta yang utuh, bukan setengah hati.

Baca Juga:  Jejak Partai-Partai Kristen di Indonesia: Dari Parkindo hingga Era Reformasi

Dalam dunia yang kian keras dan cepat berubah, mungkin saatnya kita mengubah cara pandang terhadap cinta. Cinta yang sehat tidak menahan, tapi membebaskan. Bukan soal siapa yang paling lama bertahan, tapi siapa yang paling tulus memberi tanpa paksaan.

Maka, jika kamu sedang dalam persimpangan hati, ingatlah: mencintai tidak harus selalu mempertahankan. Kadang, bentuk cinta paling murni adalah saat kita mampu berkata: Pergilah, dan semoga kamu bahagia.”

 

Berita Terkait

DJ Amoy Karamoy: Antara Dentuman Musik dan Lantunan Doa, Kisah Inspiratif yang Viral!
Masa Depan Maritim di Tangan Generasi Muda: Pelindo Solusi Logistik Bekali Siswa dengan Inspirasi dan Teknologi
Analisis Kajian Ilmiah Populer: IKN Sebagai Ibukota Politik 2028
Di Balik Kebijakan Purbaya Yudhi: Kenapa Kita Harus Berubah?
Kota Bekasi melalui Dinas Kesehatan menggelar Pertemuan Koordinasi Lintas Sektor
Ketika Pena Berpadu dengan Bendera: Eksistensi Pers yang Mirip LSM/Ormas dan Implikasinya pada Demokrasi
Jeritan Rakyat di Tengah Lilitan Utang PLN: Gaji Fantastis, Bonus Miliaran, Mayarakat Tercekik!
Jejak Partai-Partai Kristen di Indonesia: Dari Parkindo hingga Era Reformasi

Berita Terkait

Senin, 27 Oktober 2025 - 13:13 WIB

DJ Amoy Karamoy: Antara Dentuman Musik dan Lantunan Doa, Kisah Inspiratif yang Viral!

Senin, 29 September 2025 - 18:09 WIB

Masa Depan Maritim di Tangan Generasi Muda: Pelindo Solusi Logistik Bekali Siswa dengan Inspirasi dan Teknologi

Sabtu, 20 September 2025 - 18:35 WIB

Analisis Kajian Ilmiah Populer: IKN Sebagai Ibukota Politik 2028

Sabtu, 20 September 2025 - 17:56 WIB

Di Balik Kebijakan Purbaya Yudhi: Kenapa Kita Harus Berubah?

Jumat, 19 September 2025 - 02:28 WIB

Kota Bekasi melalui Dinas Kesehatan menggelar Pertemuan Koordinasi Lintas Sektor

Berita Terbaru