KABUPATEN JEPARA, TeropongRakyat.co – Pelayanan publik di Desa Rajekwesi, Kecamatan Mayong, tercoreng. Alih-alih melindungi hak warganya, Kepala Desa Rajekwesi, Legimin A. Muslim, justru terkesan menutup-nutupi persoalan serius terkait dokumen Letter C milik ahli waris Almarhum H. Arifin.
Keluarga besar ahli waris sudah lima kali mendatangi balai desa bersama pengacara untuk meminta Letter C. Namun, kades tetap menolak. Dalihnya pun mengundang kecurigaan:
“Kalau saya membuka Letter C, maka akan banyak yang kena,” ujar Legimin, Senin (29/9/2025).
Pernyataan ini jelas tidak pantas diucapkan seorang pejabat desa. Bagaimana bisa sebuah dokumen dasar pelayanan publik diperlakukan layaknya barang rahasia negara? Sikap kades tersebut justru membuka dugaan adanya permainan gelap dalam kasus tanah ini.
Lebih parah lagi, keterangan Legimin terus berubah. Ia sempat mengaku almarhum mendatangi kantor desa untuk hibah tanah, namun kemudian berkata dirinya yang datang ke rumah almarhum. Saat ditanya apakah ada saksi, jawabannya hanya, “Saya lupa.”
Ketidakkonsistenan ini semakin memperkuat dugaan bahwa kades tidak jujur, bahkan seolah ingin menggiring opini bahwa hibah bisa dilakukan tanpa saksi maupun persetujuan ahli waris.
Fakta lain juga mencurigakan: sertifikat tanah disebut terbit lewat program PTSL sebelum almarhum wafat. Padahal, keluarga ahli waris menduga dokumen yang dipakai berupa akta kelahiran dan Kartu Keluarga (KK) hasil rekayasa, alias asli tapi palsu (aspal). Jika benar, hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindak pidana yang harus diusut tuntas.
Sayangnya, aparat desa lain pun tampak cuci tangan. Saat ahli waris mencari dokumen ke Balai Desa Pancur (30/9/2025), kepala desa tidak berada di tempat meski jam kerja. Sekretaris desa hanya berdalih tidak menguasai urusan Letter C.
Sikap saling lempar tanggung jawab ini jelas menunjukkan lemahnya integritas pelayanan desa, seolah-olah ada tembok besar yang sengaja dipasang untuk menghalangi ahli waris.
Seorang mudin desa bahkan menegaskan, jika benar almarhum pernah berwasiat membagi tanah kepada keluarga atau saudara kandung, maka wajib hukumnya dijalankan. Namun, suara moral ini seakan tenggelam di balik manuver aparat desa yang penuh kejanggalan.
Kini kasus tersebut sudah masuk meja Polres Jepara. Mulai Kamis, pelapor dijadwalkan menjalani BAP, sebelum polisi memanggil pihak terlapor. Dugaan rekayasa data akta dan KK untuk menerbitkan sertifikat tanah akan jadi titik krusial penyelidikan.
Ironisnya, dalam surat pengantar resmi Nomor: 045.2/0012/II/2024 yang ditandatangani Legimin, justru ditegaskan bahwa pasangan H. Syakur alias H. Ripin bin Suradi dengan H. Maryatun binti H. Nor Huda tidak pernah memiliki anak kandung. Lantas, dari mana status “anak angkat” yang kini dijadikan dasar hibah itu muncul?
Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum. Jika dibiarkan, bukan hanya merampas hak ahli waris H. Arifin, tapi juga membuka celah korupsi dan penyalahgunaan kewenangan desa di Jepara. Publik berhak menagih transparansi, dan kades Legimin harus menjawab di hadapan hukum, bukan hanya bersembunyi di balik kata-kata “saya lupa”.