Raja Ampat, teropongrakyat.co – surga biodiversitas di Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan nasional. Presiden Prabowo Subianto telah mengambil keputusan tegas dengan mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di wilayah tersebut.
Keputusan ini, yang diumumkan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, diambil setelah rapat terbatas (ratas) yang dipimpin langsung oleh Presiden.
Prasetyo menjelaskan bahwa pencabutan IUP untuk empat perusahaan tersebut dilakukan atas berbagai pertimbangan dan persetujuan Presiden.
“Kemarin Bapak Presiden memimpin ratas membahas IUP di Raja Ampat, dan atas persetujuan Presiden, kami memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut IUP untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” ungkap Prasetyo.
Empat Izin Dicabut, Satu Dipertahankan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, merinci keempat perusahaan yang izinnya dicabut: PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Namun, satu IUP, yang dimiliki oleh PT Gag Nikel, tetap dipertahankan.
Bahlil menjelaskan bahwa keputusan mempertahankan IUP PT Gag Nikel diambil setelah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap aspek lingkungan dan teknis. “Hasil evaluasi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak melakukan pelanggaran dan kegiatan pertambangannya berjalan sesuai ketentuan, tanpa menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan,” ucap Bahlil.
Komnas HAM: Potensi Pelanggaran HAM Sangat Tinggi
Di tengah keputusan pemerintah tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyuarakan keprihatinan. Komnas HAM menyatakan bahwa kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat berpotensi sangat tinggi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya di bidang lingkungan hidup.
“Berpotensi sangat kuat menimbulkan adanya pelanggaran HAM, terutama di bidang lingkungan hidup. Setiap warga negara punya hak dan dijamin dalam konstitusi untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat,” tegas Ketua Komnas HAM RI, Anis Hidayah, dalam keterangan tertulis.
Komnas HAM menekankan bahwa perusakan lingkungan hidup bertentangan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pernyataan Komnas HAM ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang keberlanjutan kegiatan pertambangan di Raja Ampat, bahkan untuk PT Gag Nikel yang izinnya dipertahankan. Apakah evaluasi yang dilakukan sudah cukup komprehensif untuk menjamin tidak akan ada dampak negatif terhadap lingkungan dan hak-hak masyarakat setempat?
Ke depan, transparansi dan pengawasan yang ketat terhadap kegiatan pertambangan di Raja Ampat menjadi krusial. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap aktivitas pertambangan benar-benar berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta tidak mengorbankan hak-hak masyarakat adat dan kelestarian lingkungan hidup yang menjadi aset berharga bagi Indonesia.
Pemantauan yang independen dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pertambangan di Raja Ampat sangat diperlukan untuk mencegah potensi pelanggaran HAM dan menjaga kelestarian alam yang luar biasa di wilayah tersebut.
Ketegasan pemerintah dalam mencabut empat IUP merupakan langkah awal yang baik, namun pengawasan berkelanjutan dan komitmen untuk melindungi lingkungan dan hak asasi manusia harus tetap menjadi prioritas utama.