Kebohongan, Pencitraan= Kemunafikan?

- Jurnalis

Senin, 24 Maret 2025 - 19:53 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Edukasi, – Teropongrakyat.co || Apa yang akan terjadi seandainya Pinokio tak pernah berdusta? Dia akan jadi anak baik. Panjang hidungnya akan normal. Juga hidupnya: bangun pukul 6 pagi, mandi, gogok gigi, sisiran, sarapan dengan ayahnya yang sabar, Gapeto, lalu berangkat ke sekolah. Ia akan jadi anak yang tertib, dalam belajar dan beribadah. Tak ada kelakuannya yang mengejutkan. Riwayatnya bukan petualangan.

Hal itu tentu saja, menjemukan. Carlo Collodi tak akan pernah menuliskannya; pengarang Italia ini akan lebih memilih terus mengerjakan terjemahan dongeng peri dari Prancis — dan kita akan kehilangan sebuah bacaan yang asyik. Sebab, sebagaimana “semua keluarga bahagia sama saja” —seperti kata novelis Leo Tolstoi dalam “Anna Karenina “ — anak yang baik pun di mana-mana sama saja.

Untunglah, Pinokio beda — bukan cuma panjang hidungnya. Tokoh kita ini tak lurus seperti mistar. Dalam satu adegan, ia bertemu seorang peri yang mengatakan “anak baik selalu bicara benar”. Pinokioa menjawab: “Dan saya selalu berbohong”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bohong bisa tak sama dengan “jahat”. Bohong bisa memukau. Pada umumnya, cerita lebih memikat ketimbang fakta. Dulu ada seorang bangsawan Jerman, bernama Hieronymus Karl Friedrich von Münchhausen yang jadi pesohor karena cerita-cerita “pengalaman” dirinya yang seru dan sangat tak masuk akal. Dari sini lahir buku tentang kisah tualang sang pambual, disusun seorang pustakawan bernama Rudolf Erich Rasper — sebuah buku termashur bahkan pernah disadur ke dalam bahasa Indonesia jadi ”Pak Bohong.”

Baca Juga:  DPD AKPERSI Jawa Barat Resmi Lantik Ahmad Syarifudin, C.BJ.,C.EJ Sebagai Ketua DPC AKPERSI Kabupaten Bekasi.

Bohong tak cuma berbentuk petualangan ajaib. . Ada sebuah buku yang ditulis Seth Godin, seorang pengarang Amerika yang berpengalaman dalam dunia pemasaran, berjudul “All Marketers are Liars”. Dalam teknik pemasaran, promosi yang efektif adalah melalui cerita. Dan, menurut Godin, cerita itu begitu rupa hingga pada akhirnya bersenyawa dengan “kebenaran” yang dibangun konsumen sendiri. “Stories let us lie to ourselves”.

Syahdan, sejak 20 tahun yang lalu, dalam bahasa Indonesia ada kosa kata baru, “ngecap”. Artinya sejajar dengan “membual”. Kata ini beredar sejak kita, para calon konsumen, mau menerima bahwa yang melebih-lebihkan diri (dimulai dengan iklan: “Kecap Nomor Satu”) adalah satu bualan — atau kebohongan —yang tak perlu digugat; cukup diragukan dan ditertawakan.

Lajunya kapitalisme memungkinkan itu. Ada perubahan drastis sejak “pemasaran” jadi kegiatan pokok perdagangan dan perdagangan merasuki kehidupan. Iklan pun santer membangun branding, identitas yang membawa kesan yang positif tentang sebuah produk dan produsennnya.

Adapun yang “postif” itu dicapai dengan ngecap…

Dahulu, ketika pemasaran belum kokoh melembaga, tak ada yang beriklan dengan semangat Kecap-nomor-satu. Pedagang akan menamai restorannya “Sederhana” dan kedainya “Sudi Mampir” — sebuah ekspresi yang rendah hati. Kini sebaliknya. Sebuah kafe atau restoran akan tak rikuh pakai nama, “Grand Cafe” atau “Paradiso”.

Sesungguhnya, itulah yang disebut “pencitraan”.
Di kalangan “analis” politik kata ini sering punya konotasi negatif. Pertemuan G20 yang megah meriah di Bali dicemooh hanya sebagai “pencitraan” yang digemari Presiden Jokowi. Para “analis” politik iniumumnya tak akrab dengan getar dunia perdagangan. Mereka tak melihat bahwa “pencitraan”, bagian dari pemasaran, bukan hal baru. Dalam khasanah perdagangan, “pencitraan” — secara sederhana: aktif beriklan — adalah investasi. Ia perlu dan mahal.

Baca Juga:  Baru Berdiri , Ketua Umum AKPERSI Dipercaya Menjadi Narasumber Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO

Saya kira Pertemuan G20 tak serupa dengan perhelatan megah “Ganefo”, “Games of the New Emerging Forces” “ yang diselenggarakan Presiden Sukarno di tahun 1963, untuk menyaingi Olimpiade. Acara olahraga internasional yang rekor-rekornya tak diakui itu umumnya dihadiri negara-negara sosialis yang datang tak hendak berdagang.

Pencitraan ala “Ganefo” rasanya lebih cocok dengan pencitraan dalam negara-negara “pra-modern” seperti Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Bali. Antropolog Clifford Geertz memperkenalkan istilah yang kemudian terkenal: negara sebagai ”theatre state”. Kerajaan berjalan bukan melalui administrasi yang efektif ataupun penaklukan, melainkan melalui ”spectacle” yang dipertunjukkan dengan memukau. Pendek kata, pencitraan
.
Tapi “spectacle” tak hanya sebuah pesta olahraga internasional . Di hari-hari menjelang pemilihan umum, pencitraan berkembang biak di tiang listrik dan pohon-pohon, di mana terpampang deretan potret wajah yang berpici atau berjilbab: para politisi.

Tapi jangan melihat ke mereka saja. Kita sendiri — yang suka mengecam pencitraan —hidup, bergaul, merayu dan dirayu, dengan Facebook, medan pencitraan, gabungan hasrat narsistis dan keinginan berbagi. Tentu saja dengan “kebenaran” yang diseleksi dan dusta yang menarik dan dimaklumi.

Kesimpulannya, Sedikit banyak, kita juga Pinokio.

Penulis : Lie

Editor : Romli S.IP

Sumber Berita : https://teropongrakyat.co

Berita Terkait

BRI Kanca Ciputat Dapatkan Apresiasi Atas Kinerjanya dari RCEO BRI Jakarta 3
BRI Kanca Tangerang Merdeka Salurkan Bantuan CSR
Maraknya Peredaran Obat Keras Terbatas di Jalan K.S. Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat: Tantangan Penegakan Hukum. Siapa Bermain?? 
BERITA BOGOR: Komunitas Pemuda Bogor Berbagi Ajak Masyarakat Bergabung dalam Kegiatan Berbagi
1.000 Rumah Subsidi Untuk Wartawan: PWI Apresiasi Komitment Pemerintah
Macet Panjang di Yos Sudarso Akibat Bongkar Muat di NPCT 1, Pekerjaan Tukang Ojek Pangkalan Terdampak
Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Kalideres Mendorong Transaksi Digital Non – Tunai
Putusan Sela PN Jakarta Pusat Tegaskan Hendry Ch Bangun Sah Ketum PWI

Berita Terkait

Sabtu, 19 April 2025 - 17:26 WIB

BRI Kanca Ciputat Dapatkan Apresiasi Atas Kinerjanya dari RCEO BRI Jakarta 3

Sabtu, 19 April 2025 - 17:23 WIB

BRI Kanca Tangerang Merdeka Salurkan Bantuan CSR

Jumat, 18 April 2025 - 20:45 WIB

Maraknya Peredaran Obat Keras Terbatas di Jalan K.S. Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat: Tantangan Penegakan Hukum. Siapa Bermain?? 

Jumat, 18 April 2025 - 18:23 WIB

BERITA BOGOR: Komunitas Pemuda Bogor Berbagi Ajak Masyarakat Bergabung dalam Kegiatan Berbagi

Jumat, 18 April 2025 - 12:51 WIB

1.000 Rumah Subsidi Untuk Wartawan: PWI Apresiasi Komitment Pemerintah

Berita Terbaru

Breaking News

BRI Kanca Tangerang Merdeka Salurkan Bantuan CSR

Sabtu, 19 Apr 2025 - 17:23 WIB