Washington, TeropongRakyat.co — Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa militer AS telah melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir milik Iran pada Sabtu malam waktu setempat. Serangan ini menandai eskalasi besar dalam konflik regional yang melibatkan AS, Iran, dan Israel. Minggu,(22/06/2025).
Tiga lokasi yang menjadi target adalah fasilitas nuklir di Fordow, Natanz, dan Esfahan, dengan kerusakan terparah terjadi di Fordow. Dalam pernyataan resminya yang disampaikan melalui media sosial dan dikutip CNBC International, Trump menyebut operasi militer ini sebagai “sangat sukses”.
“Kami telah menyelesaikan serangan kami yang sangat sukses terhadap tiga lokasi nuklir di Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Esfahan. Semua pesawat dalam perjalanan pulang dengan selamat. Selamat kepada prajurit Amerika kita yang hebat. Tidak ada militer lain di dunia yang dapat melakukan ini. SEKARANG WAKTUNYA UNTUK PERDAMAIAN!” tulis Trump.
Serangan ini dilakukan menggunakan pembom siluman B-2 Spirit milik Angkatan Udara AS yang lepas landas dari Missouri dan melintasi Samudra Pasifik menuju Iran. Pesawat tersebut membawa GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP), bom penghancur bunker seberat 30.000 pon.
Langkah militer ini menempatkan AS dalam konfrontasi langsung dengan Iran, sekaligus memperdalam keterlibatan Washington di kawasan Timur Tengah. Hal ini bertolak belakang dengan janji Trump sebelumnya yang menyatakan enggan menyeret militer AS kembali ke konflik aktif di kawasan tersebut.
Padahal, hanya dua hari sebelumnya, Trump sempat menyatakan masih memberi waktu dua minggu untuk melihat apakah konflik antara Israel dan Iran bisa diselesaikan melalui jalur diplomatik.
“Berdasarkan fakta bahwa ada peluang besar negosiasi yang mungkin atau mungkin tidak terjadi dengan Iran dalam waktu dekat, saya akan membuat keputusan dalam dua minggu ke depan,” ujar Trump, Kamis lalu, melalui pernyataan resmi Gedung Putih.
Di balik layar, pemerintahan Trump dilaporkan telah melakukan upaya diplomasi intensif untuk merundingkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran. Bahkan, Trump dikabarkan sempat mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar menunda serangan militernya ke Iran.
AS dan Israel selama ini bersikukuh bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir. Trump sendiri sebelumnya menarik AS keluar dari perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangani di era Presiden Barack Obama, karena dinilai tidak cukup efektif menghentikan ambisi pengayaan uranium Iran.
Israel, di sisi lain, terus menuduh Iran mengembangkan senjata nuklir secara diam-diam. Netanyahu bahkan secara terbuka menyatakan akan melanjutkan serangan ke fasilitas-fasilitas nuklir Iran hingga negara itu tidak lagi memiliki kemampuan teknologi nuklir.
Dengan serangan ini, tensi di Timur Tengah kembali memanas, dan dunia kini menanti apakah akan ada eskalasi lebih lanjut atau justru peluang perdamaian terbuka lebar.