Jakarta, TeropongRakyat.co – Di tengah ketidakpastian ekonomi dan Deflasi yang melanda Indonesia sejak Mei hingga September 2024, daya beli kelas menengah berada di bawah tekanan berat.
Berdasarkan survei terbaru Inventure yang melibatkan 450 responden, sebanyak 49% dari kelas menengah merasa daya beli mereka merosot signifikan, sementara 51% lainnya merasa masih mampu bertahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yuswohady, Managing Partner Inventure, mengungkapkan dalam acara Press Conference Indonesia Industry Outlook 2025 bertema Indonesia Market Outlook 2025: Kelas Menengah Hancur, Masihkah Bisnis Mantul, bahwa kelas menengah kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas keuangan.
“Penurunan daya beli ini lebih banyak dialami oleh kelompok aspiring middle class atau kelas menengah bawah, yang mencatatkan penurunan daya beli sebesar 67%. Sementara itu, kelompok middle class yang lebih mapan, mengalami penurunan yang lebih moderat sebesar 47%,” ungkap Yuswohady pada Selasa (22/10/2024).
Faktor utama yang memicu penurunan daya beli adalah lonjakan harga kebutuhan pokok, yang dirasakan oleh 85% responden.
Biaya pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal juga menjadi beban, diikuti oleh pendapatan yang stagnan.
Namun menariknya, di tengah kesulitan ekonomi ini, fenomena lipstick effect atau kecenderungan konsumen untuk membeli barang mewah yang lebih terjangkau, seperti produk skincare affordable dan makan di luar, tetap bertahan.
Bahkan, biaya untuk makan di luar merupakan salah satu pos pengeluaran yang paling minim dipangkas oleh kelas menengah.
“Orang tetap memilih dine out di mal meskipun harus memotong pengeluaran untuk hal lain, seperti produk skincare premium,” tambah Yuswohady.
Di sisi lain, deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut menjadi cerminan bahwa kelas menengah semakin menahan diri dalam berbelanja.
Akibatnya, banyak dari mereka yang menunda pengeluaran besar seperti pembelian kendaraan (70%), renovasi rumah (68%), dan investasi atau tabungan non-darurat (56%).
Gen Z, sebagai kelompok baru dalam kelas menengah, turut menghadapi tantangan besar.
Berdasarkan survei Inventure, dua dari tiga Gen Z merasa tidak mampu membeli rumah dalam tiga tahun ke depan akibat kenaikan harga properti yang jauh melampaui pendapatan mereka.
Bahkan, 24% dari mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk pengalaman seperti nonton konser dan liburan ketimbang menabung untuk rumah.
Survei ini juga menyoroti fenomena yang memprihatinkan, yaitu 14% dari kelas menengah terlibat dalam aktivitas judi online, yang menyebabkan mereka terjerat hutang dari pinjaman online (pinjol).
Akibatnya, mereka harus memangkas pengeluaran rumah tangga seperti uang rokok (28%), uang makan (29%), dan uang liburan (24%) untuk menutupi hutang tersebut.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil ini menjadi tantangan besar bagi kelas menengah, yang semakin terjepit oleh kebijakan pemerintah seperti kenaikan PPN dan pengurangan alokasi anggaran kesejahteraan sosial.
Banyak dari mereka berharap adanya revisi kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat agar daya beli dan kesejahteraan mereka bisa dipulihkan.